Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

SDM dan Kesejahteraan Perdesaan

Razali Ritonga Kapusdiklat BPS RI Alumnus Georgetown University,AS
03/10/2017 02:31
SDM dan Kesejahteraan Perdesaan
(ANTARA FOTO/Aguk Sudarmojo)

LAPORAN Global Human Capital Report 2017 menyebutkan peringkat sumber daya manusia (SDM) Indonesia berada di urutan ke-65 dari 130 negara, atau naik tujuh peringkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, kenaikan peringkat itu belum mampu menyaingi peringkat SDM sejumlah negara ASEAN lainnya, seperti Singapura (peringkat ke-11), Malaysia (ke-33), Thailand (ke-40), dan Filipina (ke-50). Karena itu, pemerintah masih perlu bekerja keras agar SDM di Tanah Air bisa lebih ditingkatkan lagi. Tujuannya bukan semata untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain yang sudah mengalami kemajuan SDM, melainkan juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata, sekaligus menyiapkan tenaga terampil pada era bonus demografi yang puncaknya diperkirakan pada 2030-an.

SDM perdesaan
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas SDM di Tanah Air ialah dengan menggenjot pembangunan di perdesaan, terutama pendidikan. Hal itu mengingat meski Indonesia menurut laporan Global Human Capital Report 2017 menunjukkan keberhasilan pada aspek pengembangan khususnya pendidikan, dengan skor 67,24 atau berada di urutan ke-53 dari 130 negara, pencapaian skor itu tidak terpilah menurut perdesaan dan perkotaan. Padahal, tingkat partisipasi pendidikan di perdesaan cukup jauh tertinggal jika dibandingkan dengan tingkat partisipasi pendidikan di perkotaan, terutama pada SD ke atas. Partisipasi pendidikan dasar (SD) antara perdesaan dan perkotaan kini memang mengalami kemajuan yang sama, terdeteksi dari angka partisipasi murni (APM) yang hampir sama.

APM SD di perdesaan sebesar 96,58, sementara APM SD di perkotaan sebesar 96,85. APM SD sebesar 96,85 artinya dari 100 anak usia SD 7-12 tahun, lebih dari 96 orang di antaranya duduk di bangku SD. Namun, untuk pendidikan yang lebih tinggi (SMP dan SMA), partisipasi pendidikan di perdesaan cukup jauh tertinggal jika dibandingkan dengan di perkotaan. Untuk partisipasi SMP usia 13-15 tahun, tercatat APM di perdesaan sebesar 75,49, sedangkan APM di perkotaan sebesar 79,33. Sementara itu pada SMA usia 16-18 tahun, APM SMA di perdesaan sebesar 53,38, sedangkan APM SMA di perkotaan sebesar 64,89 (BPS, 2017).

Pertanian versus perdesaan
Ditengarai, rendahnya partisipasi pendidikan SMP dan SMA di perdesaan jika dibandingkan dengan perkotaan, antara lain, disebabkan pembangunan di perdesaan selama ini terkonsentrasi di pertanian dan kurang memperhatikan pembangunan perdesaan.
Padahal, menurut Lacroix (1985), pembangunan pertanian baru mencakup sebagian dari pembangunan perdesaan. Lebih jauh disebutkan bahwa pembangunan pedesaan mencakup pembangunan pertanian dan SDM perdesaan. Rendahnya SDM perdesaan menyebabkan kekurangsiapan penduduk pedesaan dalam menghadapi situasi ketika sektor pertanian kurang memberikan sumber-sumber kehidupan akibat pertambahan penduduk dan konversi lahan.

Padahal, jika saja SDM perdesaan mumpuni, penduduk dapat berusaha dan bekerja di sektor lain, seperti industri kreatif, dan menjadi wirausaha. Namun, celakanya, bekerja sebagai wirausaha atau industri kreatif belum cukup mampu dilakukan sehingga penduduk perdesaan rentan miskin. Pada September 2016, misalnya, angka kemiskinan di perdesaan sebesar 13,96%, sedangkan angka kemiskinan di perkotaan sebesar 7,73% (BPS, 2017). Jika tidak diimbangi dengan peningkatan SDM perdesaan, upaya menurunkan angka kemiskinan di perdesaan di masa datang diperkirakan kian sulit, antara lain, akibat kian bertambahnya penduduk dan semakin menyempitnya lahan pertanian akibat konversi lahan.

Pada 2013 saja menurut hasil Sensus Pertanian 2013 tercatat sekitar 55,3% petani di Tanah Air merupakan petani guram dengan penguasaan lahan pertanian kurang dari setengah hektare. Karena itu, atas dasar itu, arah pembangunan sepatutnya perlu diperluas dari pembangunan pertanian ke pembangunan perdesaan, dengan prioritas meningkatkan SDM perdesaan. Peningkatan SDM di perdesaan selanjutnya diharapkan dapat mengurangi kendala yang terjadi selama ini dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk di perdesaan, seperti akses sumber-sumber untuk menjalankan kegiatan usaha pertanian, penguasaan dan penggunaan teknologi, ketergantungan pada anggota keluarga untuk menjalankan kegiatan pertanian, serta bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri (International Food Policy Research Institute, 2007).

Bahkan, dengan meningkatnya SDM di perdesaan akan mempermudah penduduk dalam memahami dan mengimplementasikan program-program pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Dalam soal penyaluran kredit untuk meningkatkan kegiatan usaha, misalnya, selama ini ditengarai kurang efektif karena tidak sedikit penduduk perdesaan yang mengabaikan kredit itu akibat ketidakpahaman atas pemanfaatannya dan kekhawatiran atas ketidakmampuan dalam pengembaliannya. Padahal, jika saja SDM penduduk perdesaan cukup mumpuni, pinjaman kredit itu bisa dimanfaatkan untuk pengembangan usaha yang tidak hanya di pertanian, tapi juga di luar pertanian.

Berkaitan dengan peringatan Hari Tani pada tahun ini, sangat diharapkan, dapat menjadi momentum untuk meningkatnya SDM penduduk perdesaan. Dengan meningkatnya SDM perdesaan, lebih jauh diharapkan tidak hanya dapat memberikan kontribusi pada peningkatan peringkat SDM nasional pada tataran global, tapi juga berpotensi menurunkan angka kemiskinan, mengurangi ketimpangan desa-kota, dan menyiapkan kehadiran bonus demografi. Bahkan, dalam konteks untuk mewujudkan sustainable development goals (SDGs), upaya mengejar ketertinggalan SDM perdesaan setara dengan SDM perkotaan amat diperlukan agar tidak ada yang tertinggal (no one left behind) dalam kemiskinan yang diharapkan paling lambat tercapai pada 2030.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya