Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PARA petani garam di Jawa Tengah mengalami penurunan produksi hingga 40% akibat kemarau basah. Namun, hujan yang masih kerap turun juga membuat harga garam di Rembang, Pati, Jepara, Demak, Tegal, dan Brebes melonjak hingga 200%.
"Saat panen melimpah hingga 5 ton per hektare, panen saya dihargai Rp500 per kilogram. Sekarang panen saya hanya 2-3 ton, tapi harganya melonjak hingga Rp3.000 per kg. Keuntungan saya lebih besar sekarang," kata Sunardi, 47, petani garam di Desa Suradadi, Kedung, Jepara.
Sunardi tidak sendiri. Keuntungan juga dirasakan para petani garam di Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan.
Berbeda dengan Sunardi, petani garam di wilayah ini tidak mengolah lahan di tepi laut. Mereka memanfaatkan intrusi air laut yang masuk ke darat, lewat sejumlah sumur yang ada di desa ini. "Harga garam produksi desa kami saat ini mencapai Rp7.000 per kilogram," kata Ketua Kelompok Petani Garam Tirto Manunggal, Desa Jono, Suhardi.
Ada puluhan sumur di desa itu yang berair asin. Luas area sumur yang terintrusi air laut mencapai 3 hektare.
Garam yang dihasilkan, kata Suhardi, cukup baik sehingga bisa dijual dengan harga tinggi. Petani tidak menggunakan lahan tanah sebagai wahana. Mereka memakai bilahan bambu untuk menampung ai asin.
Sayangnya, meski dihargai tinggi, produksi garam dari Jono tidak banyak. "Dulu petani yang membuat garam mencapai ratusan orang. Sekarang tinggal 50 orang karena banyak anak muda yang memilih ke kota dan tidak mau meneruskan usaha ini," lanjut Suhardi.
Selain itu, volume air asin dalam sumur terus menurun. Dulu kedalaman sumur yang menampung air asin mencapai 25 meter, tetapi kini berkurang menjadi 15 meter.
"Kami juga harus membeli bambu dalam jumlah besar. Hasilnya memang besar, tapi modalnya juga lumayan," tandas Suhardi.
Di Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, petani yang bertanam di lahan kering sering gagal panen karena hujan yang jarang datang. Warga pun sering mengalami rawan pangan.
Karena tidak ingin warganya terus menderita, Bupati Raymundus Fernandez mengajak mereka yang tinggal di tepi laut untuk pindah profesi, jadi petani garam. Ratusan petani sudah mengikuti ajakan itu meski belum melepas total pekerjaan menjadi petani lahan kering.
"Untuk mendorong warga menjadi petani garam, pemerintah kabupaten sudah membeli mesin pengolah garam. Mesin itu memproses garam mentah menjadi garam beryodium," tutur Raymundus.
Ia menambahkan, panjang garis pantai Timor Tengah Utara mencapai 59 kilometer dengan potensi tambak garam mencapai 30 ribu hektare. "Saya ingin mengubah warga menjadi petani garam. Pendapatannya lumayan besar," tandas Bupati. (AS/PO/N-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved