Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
HINGGA kini pemerintah belum mengakui keberadaan agama lokal Kaharingan yang mayoritas dianut warga suku dayak di Kalimantan. Kondisi ini memicu terjadinya diskriminasi pelayanan publik.
Kepala Ombudsman Perwakilan Kalimantan Selatan, Noorhalis Majid, Kamis (13/7), mengatakan akibat agama lokal kaharingan belum diakui, hal itu membuat agama tersebut tidak bisa tercantum dalam KTP dan berimbas pada pelayanan publik.
"Saat pelayanan publik tidak dirasakan maka termasuk genosida budaya. Pemerintah harus mengakui keberadaan agama lokal ini," tuturnya.
Hal ini terungkap dalam Forum Grup Discution (FGD) yang digelar Ombudsman Perwakilan Kalsel dan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat bertajuk Genosida Budaya.
Hadir dalam diskusi antara lain Ketua Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) Nia Syarifuddin, dekan Fakultas Hukum ULM DR Muhammad Efenddy, Kepala Ombudsman RI Kalsel Noorhalis Majid, perwakilan tokoh Kaharingan, para akademisi dan aktivis keagamaan.
Kegiatan ini juga dalam rangka memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, juga mendengarkan testimoni masyarakat adat. Diketahui banyak penderitaan dan kendala yang dialami masyarakat suku dayak karena keberadaannya tidak diakui mulai dari masalah pendidikan, KTP, akta lahir, pernikahan dan sebagainya.
"Di sini sejumlah aturan juga dibahas, terutama yang menimbulkan diskriminasi, termasuk aturan adminduk yang tidak mengakui agama lokal," ujarnya.
Lebih jauh dikatakan Noorhalis, bagi Ombudsman, sekalipun agama lokal tidak terakomodir dalam kolom KTP, pelayanan publik terhadap mereka tidak boleh terganggu. Masyarakat adat dayak yang bermukim di kawasan Pegunungan Meratus, Kalsel terus menuntut adanya pengakuan agama nenek moyang mereka Kaharingan menjadi agama resmi oleh pemerintah.
Tokoh masyarakat adat dayak meratus, Damang Ayal Kosal, menegaskan pihaknya akan terus memperjuangkan dan menuntut agar pemerintah mengakui kaharingan sebagai agama resmi di Indonesia.
Menurutnya tuntutan pengakuan kaharingan sebagai agama resmi ini sudah berlangsung lama, tetapi hingga kini belum dikabulkan pemerintah. Pemerintah mengklasifikasikan kaharingan menjadi agama Hindu dalam pencatatan data masyarakat seperti KTP, akta kelahiran maupun ijazah ataupun mengosongkan kolom agama dalam KTP masyarakat dayak.
"Sikap pemerintah ini telah mengkotak-kotakkan kami dan membuat masyarakat dayak tidak dapat berkembang, karena tidak diakuinya kaharingan sebagai agama resmi mengakibatkan masyarakat dayak tidak dapat menempuh pendidikan tinggi, bekerja di pemerintahan ataupun menjadi TNI-Polri, kecuali mereka bersedia pindah agama," keluhnya.
Kaharingan merupakan agama warisan nenek moyang suku dayak di Kalimantan belum pernah diakui secara resmi oleh pemerintah. Kondisi ini menyebabkan umat kaharingan tidak merasa aman untuk menganut agama dan atau berkepercayaan leluhur mereka tersebut.
Di Kalsel tercatat ada sekitar 60.000 jiwa warga suku dayak yang sebagian besar bermukim di kawasan pegunungan meratus. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved