Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Bupati Wonogiri Sambut Hormat Warga 'Boro' Mudik

Widjajadi
17/6/2017 09:59
Bupati Wonogiri Sambut Hormat Warga 'Boro' Mudik
(MI/WIDJAJADI)

KABUPATEN Wonogiri merupakan satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki penduduk padat. Namun karena topografinya yang bergunung atau berbukit, tanahnya berkapur dan berbatu, membuat sebagian warga 'Kota Gaplek' ini memilih merantau atau 'mboro' ke kota besar, ketimbang bercocok tanam atau menjadi petani yang hasilnya tidak memadai.

Bupati Wonogiri Joko Sutopo mengakui, pemerintah daerah dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki, sejauh ini memang belum bisa menyediakan lapangan kerja secara merata di seluruh wilayah Wonogiri yang meliputi 25 kecamatan. Karena itu, Pemkab menaruh rasa hormat terhadap sebagian warganya yang mengambil pilihan merantau, di dalam upaya meningkatkan kesejahteraan bagi keluarganya di kampung halaman.

Ada sedikitnya 25 persen dari total warga Wonogiri yang berjumlah lebih dari satu juta jiwa merupakan perantau atau menjadi warga boro di kota-kota besar. Dan pada setiap memperingati peristiwa istimewa, seperti merayakan lebaran Idul Fitri, mereka berbondong-bondong pulang kampung atau yang dikenal sebagai ritual mudik lebaran.

Untuk mengetahui, sejauh mana Pemkab Wonogiri memberikan perhatian bagi puluhan ribu kaum boro yang dipastikan pulang kampung saat lebaran itulah, wartawan Media Indonesia, Widjajadi mewawancari Bupati Joko Sutopo yang akrab disapa Mas Jekek. Berikut petikannya :

Apa saja yang disiapkan Pemkab Wonogiri untuk menyambut warga boro yang mudik lebaran di kampung halaman ?

Banyak yang kita lakukan. Hal ini karena Pemkab Wonogiri sangat menaruh rasa hormat kepada mereka, yang telah mengurangi pengangguran di daerah dan sekaligus berjuang keras di perantauan, guna memberikan kesejahteraan bagi keluarganya di kampung halaman.

Karena itu, untuk mengimbangi, Pemkab setiap tahun terus membenahi infrastruktur pedesaan dan menyiapkan petugas dari berbagai OPD (organisasi perangkat daerah ) di sejumlah titik rawan.

Hal ini agar ketika rombongan pemudik pulang kampung tidak mengalami kesulitan. Lalu pada tahun kedua kepemimpinan saya di kabupaten berkapur ini, Pemkab menyediakan 40 bus mudik gratis bagi sedulur boro yang belum berhasil di perantauan.

Lebih dari itu, Pemkab juga menata dan memperbanyak obyek wisata baik di kota/ kabupaten maupun di desa-desa. Pengembangan potensi wisata di desa itu atas prakarsa masyarakat dan juga BUMDes ( Badan Usaha Masyarakat Desa ), sehingga para pemudik bisa merasakan kesegaran jiwa saat pulang kampung.

Sepanjang musim lebaran, obyek wisata Waduk Gajah Mungkur yang menjadi ikon Wonogiri, selalu menjadi daya tarik bagi pemudik yang ingin bersantai bersama keluarga.

Begitu halnya Museum Kars di Pracimantoro menjadi pilihan kedua untuk berekreasi menyenangkan saat lebaran.

Selain mempersiapkan sambutan kedatangan, apa yang dilakukan Pemkab untuk warga boro itu ?

Pemkab Wonogiri terus mengembangkan kearifan lokal. Karena terus terang saja, keterbatasan anggaran yang dimiliki, menjadi kendala bagi upaya memperbaiki dan memelihara atas sejumlah program pembangunan yang dilakukan di daerah. Terutama di wilayah kantong miskin dan juga persoalan kompleks lain, seperti krisis air yang selalu terjadi di wilayah selatan saat kemarau datang.

Nah, kaum boro itu sangat memiliki ikatan batin yang kuat dengan kampung halaman. Di perantauan kota kota besar, mereka membentuk berbagai paguyuban. Ada Pakari (Paguyuban Keluarga Wonogiri ), Paguyusan Sedulur Ngadirojo (SN), Paguyuban Wonogiri Manunggal Sedya (Pawon Mas).

Mereka tidak ingin, daerah kampung asal tidak maju, dan berperan ikut mengatasi berbagai persoalan sosial dan budaya yang ada. Selama ini, Pemkab tidak pernah putus melakukan dialog dengan warga boro lewat paguyuban yang mereka bentuk. Antara Pemkab Wonogiri dan banyak paguyuban yang tercipta, terus bersinergi.

Ini bukan siapa memanfaatkan siapa. Namun karena kearifan lokal, dan budaya gotong royong pedesaan, telah menumbuhkan kebersamaan untuk saling mengisi pembangunan Wonogiri.

Apa saja yang sudah dilakukan barisan boro Wonogiri melalui paguyuban yang terbentuk bagi Pemkab Wonogiri ?

Sudah banyak yang dilakukan paguyuban Wonogiri di kota-kota besar untuk kepentingan daerah dan saudara-sudaranya di kampung halaman. Seperti misal, membantu upaya bedah rumah tidak layak huni, membangun masjid, memperbaiki saluran air, dan pembangunan sarana fisik pedesaan lain secara gotong royong, pengumpulan dana untuk kebencanaan baik bencana alam maupun krisis air saat kemarau panjang. Selama ini terus berlangsung, tidak hanya saat moment mudik lebaran saja.

Pertanyaan terakhir, selalu dan selalu bahwa pasca lebaran, jumlah warga Wonogiri yang ingin boro atau merantau terus bertambah, bagaimana bupati menyikapi persoalan ini ?

Pemkab Wonogiri tidak mungkin melakukan pelarangan bagi warga Wonogiri yang ingin memperbaiki taraf hidupnya dengan merantau di kota kota besar. Pelarangan juga menjadi konsekuensi berat, karena itu menyangkut hak hidup, dan Pemkab sendiri belum bisa menciptakan lapangan kerja secara merata.

Rasa menaruh hormat terhadap warga boro bukan berlebihan, karena mereka meninggalkan kampung halaman dengan keahlian. Mulai dari sebagai tukang batu, jualan bakso, jamu dan menjadi kaum profesional di kota-kota besar. Keberadaan mereka di tanah rantau, diyakini tidak membuat repot Pemda setempat.

Bahkan selama ini dinilai sangat membantu warga asli kota dalam mencukupi kebutuhan lewat keahlian membantu proyek fisik, menyediakan bakso dll.

Pemkab Wonogiri juga tidak pernah diam, dan terus berupaya menggali potensi daerah dan menggandeng investor yang ujung-ujung akan menciptakan lapangan kerja baru, sehingga lambat laun akan mengerem warga boro, karena di daerahnya ada pekerjaan yang layak untuk warga. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya