Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Membangun Budaya dari Pinggiran

Puput Mutiara
03/1/2016 00:00
Membangun Budaya dari Pinggiran
(ANTARA/SAHRUL MANDA TIKUPADANG)
PADA Kamis (31/12/2015), kursi Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, berganti empunya. Hilmar Farid, pria kelahiran Bonn, Jerman, 8 Maret 1968, dilantik menggantikan pejabat lama, Kacung Marijan. Relawan Joko Widodo pada pemilihan presiden 2014 itu mengukir sejarah sebagai pejabat eselon I di Kemendikbud yang bukan dari pegawai negeri sipil.

Hilmar, sejarawan, aktivis, dan pengajar, memang belum punya nama besar di jagat kebudayaan Tanah Air. Namun, lulusan S-1 Jurusan Sejarah UI pada 1993 dan peraih gelar doktor kajian budaya di National University of Singapore pada 2014 itu sudah cukup lama berkecimpung di dunia budaya. Bersama seniman, aktivis, dan pekerja budaya di Jakarta, misalnya, ia mendirikan Jaringan Kerja Budaya pada 1994. Ia juga aktif di Asian Regional Exchange for New Alternatives dan di Inter-Asia Cultural Studies Society sebagai editor.

Akan dibawa ke mana pembangunan budaya Indonesia di tangan Hilmar?
Berikut penuturannya kepada wartawan Media Indonesia, Puput Mutiara, di beberapa kesempatan.

Apa yang akan menjadi fokus Anda dalam upaya pengembangan kebudayaan di Indonesia ke depan?
Misi pemerintahan Presiden Jokowi di Nawa Cita jelas membangun dari pinggiran. Kita mengimplementasikan itu di dalam kebudayaan dengan memberi perhatian kepada daerah-daerah potensial yang masih kekurangan sumber daya dan infrasturktur. Selama ini pusat kebudayaan banyak di perkotaan, saya mau arahkan sumber daya dan tenaga pinggiran seperti perdesaan dan daerah-daerah terluar. Secara umum, kebudayaan kita akan fokus ke situs-situs kebudayaan daerah dan pengetahuan lokal.

Upaya yang akan Anda lakukan?
Selain akses dan infrastruktur, tidak kalah penting kita juga harus fokus pada pembangunan manusianya. Tanpa itu sulit membayangkan pembangunan yang inklusif. Direktorat Jenderal Kebudayaan ada ratusan tenaga penyuluh kebudayaan. Kita aktifkan untuk menjalankan misi itu, di samping ada kerja sama dengan dinas kebudayaan provinsi ataupun kabupaten/kota.

Dukungan dari pemerintah seperti apa untuk menjadikan kebudayaan tetap lestari di setiap daerah?
Saya berharap tidak terlalu lama kita bisa adakan pertemuan dengan pemerintah daerah membahas soal ini. Keterlibatan daerah mungkin berbeda-beda, ada yang sudah aktif lebih dulu dan hanya butuh dorongan dari pemerintah pusat. Semisal, pembangunan infrastruktur dan ketersediaan sumber daya manusia yang andal kita bantu. Jadi, kita situasional saja.

Bagaimana dengan keterlibatan masyarakat lokal yang notabene sebagai penjaga kelestarian budaya di daerah?
Tingkat keterlibatan masyarakat di daerah pinggiran saat ini masih sangat terbatas. Secara bertahap kita akan tingkatkan ketertarikan mereka.
Intinya kebudayaan itu kan manusia, tanpa ada usaha yang keras dari manusianya sendiri, kebudayaan akan sulit berkembang. Mungkin selama ini kebudayaan sering dianggap sebagai objek, akibatnya masyarakat hanya menjadi konsumen.

Apa yang harus dilakukan agar masyarakat bisa lebih menghargai budaya sendiri?
Kita balik kondisinya, ubah mindset mereka. Orang harusnya juga berlaku sebagai subjek kebudayaan, terlibat dalam produksi dan memegang kendali terhadap kebudayaannya sendiri. Begitu arahnya. Yang paling penting, masyarakat harus menyadari bahwa kebudayaan bukan hanya sebatas kesenian, melainkan juga lebih luas menyangkut keseluruhan hidup yang mesti dijaga.

Bagaimana dengan pelestarian cagar budaya?

Cagar budaya menjadi salah satu tugas utama. Kelihatannya terlambat, banyak situsnya tapi yang diakui dengan pengelolaan dan fasilitasnya sebagai cagar budaya terbatas. Padahal, itu salah satu alasan orang mau datang ke daerah terpencil. Di Sulawesi Tengah, misalnya, banyak situs berserakan dari zaman megalitikum, tetapi perhatian kurang. Saya pahami betul demokrasi mungkin tangannya enggak akan sampai ke situ, enggak mungkin juga ada kantor di gunung untuk mengawasi itu. Ke depan, kita akan terus berupaya meningkatkan jumlah cagar budaya di Indonesia sehingga dunia pun akan melihat negeri ini kaya akan masyarakat yang hidup berdampingan dengan kebudayaannya.

Bagaimana Anda akan menjalin kerja sama dengan daerah, masyarakat, serta komunitas budaya?
Lagi-lagi partisipasi masyarakat menjadi mutlak untuk mengisi kegiatan di tingkat basis, sama dengan pemerintah daerah dan komunitas budaya. Prinsipnya masyarakat harus merawat kebudayaannya sendiri. Kerja sama lintas sektoral penting, misalnya untuk kebudayaan maritim kerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koordinator Kemaritiman, dan TNI-AL. Tugas pertama kita ialah mengomunikasikan itu lalu menyamakan agenda.

Apa saja agenda besar di bidang kebudayaan ke depan?
Beberapa agenda mendesak salah satunya World Culture Forum di Bali September nanti. Perhelatan internasional itu mengundang banyak negara, Kemendikbud memegang peranan penting sebagai penanggung jawab. (X-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya