Headline
Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.
Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.
Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tidak merekomendasikan ketentuan batas tarif bawah untuk taksi daring karena akan menimbulkan beberapa efek negatif.
MESKIPUN ada aturan tarif batas atas dan bawah untuk taksi daring yang tertuang dalam Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor tidak dalam Trayek, taksi daring diyakini akan tetap terjangkau.
"Saya belum bisa mengatakan murah mana, tetapi kecenderungannya online (daring) lebih murah. Namun, nanti konvensional akan lebih baik dengan kemasan bagus," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi seusai sosialisasi PM 32 /2016 di Kantor Wali Kota Tangerang kepada seluruh pengemudi angkot, taksi konvensional, taksi daring, dan ojek daring, di Tangerang, kemarin.
Menurut Budi, adanya batasan tarif atas dan tarif bawah untuk melindungi pengemudi agar tidak merugi dan agar operator tidak saling perang dalam tarif.
"Kita ingin ada kesetaraan. Makin banyak operator yang kompetisi, tetapi konsumen tetap diuntungkan," ujar Budi. Budi menegaskan bahwa revisi PM 32 /2016 adalah bentuk hadirnya negara untuk mengatasi kesenjangan antara transportasi daring dengan transportasi konvensional atau reguler.
"Kita ingin angkot, taksi, ojek pangkalan tetap eksis. Namun, kita juga harus ingat ada daring, sesuatu teknologi yang bagus. Kita ingin mereka saling mengisi," tegas Budi. Sementara itu, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf meminta pemerintah untuk mengambil sikap tegas dalam pengaturan jasa transportasi, khususnya terkait taksi konvensional dan yang berbasis aplikasi daring.
"Saat ini kebijakan pemerintah untuk angkutan konvensional dan angkutan daring masih belum seragam. Misalnya, kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sebagai syarat angkutan," ujar Syarkawi dalam keterangan resminya, kemarin. Terkait revisi PM 32 /2016, Syarkawi mengatakan terdapat dua poin penting yang menjadi perhatian KPPU, yaitu peraturan standar minimum untuk pelayanan terhadap konsumen dan pengaturan tarif batas atas.
Keputusan dalam menerapkan standar pelayanan minimum dinilainya sudah tepat. Adapun terkait batas tarif, KPPU lebih setuju jika pemerintah hanya mengatur tarif batas atas saja.
"Kami tidak merekomendasikan ketentuan batas bawah. Sebab, pengaturan batas bawah justru menjadi disinsentif bagi pengusaha, melemahkan kemampuan berinovasi, dan memaksa konsumen membayar biaya angkutan mahal," terang Syarkawi.
Di sisi lain, pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menyatakan pemerintah idealnya mendorong kolaborasi perusahaan transportasi berbasis aplikasi dengan perusahaan transportasi konvensional karena akan menguntungkan semua pihak termasuk konsumen.
"Transportasi online yang dikelola perusahaan teknologi sangat mumpuni dalam hal inovasi aplikasi. Sementara perusahaan transportasi konvensional sangat berpengalaman," ungkap mantan Ketua Dewan Transportasi Jakarta ini, kemarin.
Ketua Koordinator Wilayah II Organda Jabodetabek, Jawa Barat, dan Banten, Safhruhan Sinungan, menyebut revisi PM 32/2016 hanya mengatur roda empat. Padahal, ada masalah lain yang sensitif, yaitu tentang roda dua yang belum diatur.
"Ini yang menyebabkan potensi rawan. Contoh, di Jabodetabek perusahaan taksi yang beroperasi tinggal 30% karena kita tidak mungkin berhadapan dengan pesaing yang tidak kelihatan," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, kemarin. (Pra Mal/X-11)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved