Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Dulu Malu, Sekarang enggak Lagi

23/1/2017 04:45
Dulu Malu, Sekarang enggak Lagi
(ANTARA/RISKY ANDRIANTO)

PELANGGAN PDAM Tirta Bhagasasi di wilayah Wisma Asri dan Harapan Baru mulai khawatir atas ancaman PDAM Tirta Patriot yang akan menyetop pasokan air curah per 1 Februari mendatang.

Penyebabnya, peristiwa pengecilan debit air yang mengalir mulai awal Januari lalu saja sudah membuat pelanggan kelimpungan untuk mendapatkan pasokan air bersih.

Ika Kurnia, 26, salah satu pelanggan PDAM Tirta Bhagasasi, mengaku bingung dengan rencana itu.

"Jangankan besok mau dihentikan, akhir-akhir ini saja sudah sering mati. Warga pada posisi yang lemah dan dirugikan," ungkap Ika.

Ia menjelaskan, dalam satu pekan saja rumahnya bisa dua hari hingga tiga hari tak dialiri air bersih.

Karena itu, ia dan anggota keluarganya sering menumpang mandi di rumah kerabat yang berada di wilayah lain.

"Awalnya sih malu, tapi sekarang sudah enggak punya rasa malu lagi. Semua juga paham dengan kondisi begini," ujar Ika.

Berhentinya pasokan air, sambungnya, berlangsung sejak pagi hingga sore.

Itu pun mengalir dalam kondisi yang belum jernih 100%.

Padahal sebagai pelanggan, dirinya tak pernah abai membayar kewajiban pemakaian 19 meter kubik tiap bulan.

"Kalau bayar, saya tidak pernah telat. Tiap bulan sekitar Rp140 ribu hingga Rp200 ribu saya bayarkan. Namun, kualitas pelayanan ternyata seperti ini," ucapnya jengkel.

Gara-gara terhambatnya pasokan air bersih itu, ia terpaksa membeli air isi ulang seharga Rp5.000 per galon.

"Itu untuk keperluan memasak. Untuk urusan MCK, sudah saya patok paling banyak satu galon per hari," kata Ika.

Ia semakin kesal karena layanan konsumen PDAM Tirta Bhagasasi mendadak tak bisa dihubungi lagi.

Di saat pelanggan merasa rugi seperti itu, nomor pengaduan call canter malah sering mati.

Selain Ika, Sumiah, pelanggan lainnya, pun mengungkapkan hal serupa.

Selain sering mati, air yang mengalir ke rumahnya pun amat kecil.

Dibutuhkan waktu berjam-jam untuk menampung air satu ember kecil berkapasitas 10 liter.

"Setelah mati, air yang keluar biasanya keruh dulu sekitar 30 menit, baru kemudian keluar yang bersih," ujarnya.

Karena itu, sering kali ia dan anaknya juga menumpang mandi pada tetangga dan kerabatnya yang bermukim tak jauh dari rumah.

Mereka menumpang di rumah yang menggunakan mesin jet pump sehingga tak terkena imbas dari pelayanan buruk PDAM tersebut.

"Kalau mau kerja, pagi hari kan harus buru-buru, jadi tak mungkin harus menampung air sampai penuh satu bak. Jadi, saya pagi-pagi ke rumah saudara untuk menumpang mandi atau dari malamnya sudah menginap di rumah tetangga," ujarnya. (Gana Buana/J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya