ADHIA Pramesti Khumaira, namanya. Bocah perempuan berusia 10 tahun itu terampil beradu gerakan dengan seniornya, Mimi. Terkadang ia merunduk sembari meluruskan kaki untuk menahan badan dan menghindari serangan Mimi. Di lain waktu, giliran Adhia yang menendang meski tanpa maksud melukai lawan. Seluruh gerakan keduanya dilakukan sesuai dengan iringan musik perkusi. Aksi Adhia dan Mimi disebut jogo, pertarungan dalam capoeira. Selasa (3/11) malam itu bukan hanya Adhia dan Mimi yang berlatih di Studio Bantus Capoeira Indonesia, Jakarta.
Selain Mimi, ada tujuh capoeirista dewasa yang juga beradu keterampilan dalam sesi jogo. Selain itu, masih ada lagi seorang pria berkulit gelap, berbaju biru yang beberapa kali mengarahkan gerakan sambil sedikit berteriak. Dialah sang pelatih asal Brasil, David dos Santos. Dengan bahasa Inggris, David mengingatkan para muridnya agar tidak menundukkan kepala saat melakukan gerakan. Meski berjungkir balik, ia meyakinkan agar pandangan selalu diusahakan ke depan. Rupanya pandangan ke depan itu menjadi kunci agar tubuh seimbang. Benar saja, seorang murid yang sering mengarahkan pandangan ke bawah selalu terhuyung-huyung di akhir gerakan.
"Kalau melihat ke depan, pandangan lebih fokus jadi tidak pusing dan hilang keseimbangan," ujar Mimi yang setuju dengan arahan David. Selain merupakan murid, Mimi merupakan pengelola studio tersebut. Selain menjaga keseimbangan, pandangan yang mengarah ke depan sangat penting ketika berduel. Dengan begitu, setiap pihak akan terhindar dari cedera dan bisa mengantisipasi gerakan lawan. Meski terlihat cukup sulit, David mengatakan tidak butuh keahlian apa pun untuk ber-capoeira. Ia meyakini itu karena baginya inti dari capoeira ialah gerakan, perasaan, dan komunikasi.
Dari situ maka, layaknya berkomunikasi, kemampuan akan terasah seiring dengan latihan. Ini berlaku juga untuk mengatasi kurang lenturnya tubuh. Masalah ini memang cukup umum menjadi kendala bagi orang-orang yang baru menjajal capoeira. Di sisi lain, karena juga menggunakan intuisi perasaan, estetika juga merupakan elemen penting. Contohnya ialah kerapatan tangan ketika mengangkat kaki ke atas. Tangan yang terlalu melebar akan membuat gerakan tidak indah. Selain itu, hal tersebut berpotensi menimbulkan cedera di bagian pinggul. "Cukup kemauan untuk datang dan berlatih. Terkait dengan kemampuan, nanti akan terlihat dari bagaimana mereka berlatih," ujar David.
Keseimbangan dan kardio Olahraga bela diri yang berlatar dari perjuangan kaum pekerja (budak) Brasil untuk melindungi diri mereka ini awalnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Olahraga itu kemudian diolah dengan memasukkan unsur tarian. Setelah itu, capoeira pun berkembang pesat karena dinilai banyak memiliki manfaat bagi kebugaran tubuh. David mengatakan semua anggota tubuh ikut bergerak, terutama bagian kaki. Lihat saja aksi queixada yang berupa tendangan dengan arah putaran dari dalam ke luar. Sasarannya pada daerah wajah dan kepala.
Permainan kaki lainnya ialah tendangan ke atas yang disebut au batido. Banyak pula gerakan yang mirip dengan yang ada di olahraga bela diri lainnya. Contohnya ginga yang mirip gerakan kuda-kuda tetapi kaki dibuka lebih lebar dan badan dirundukkan. Kemudian gerakan menyilangkan kaki dilakukan dengan bergantian. Jika tidak terbiasa, gerakan tangan dan kaki akan dilakukan pada posisi yang sama, semisal kaki dan tangan sama-sama menyilang ke kanan. Karena menggunakan bagian tubuh secara keseluruhan, manfaat yang bisa didapat pun banyak. Selain keseimbangan, vitalitas jantung dan paru-paru dapat ditingkatkan. Selain itu, capoeira dapat membantu menurunkan berat badan.
Hal itu pula yang diakui Anton Nugroho. Pria berusia 41 tahun itu mengaku merupakan pengidap asma. "Jadi jarang kambuh (asmanya)," tukas Anton. "Awalnya enggan berolahraga, eh terbiasa menemani anak berlatih capoeira, saya jadi tertarik," tambah Anton soal perkenalannya dengan capoeira. David menjelaskan ketika menyebar ke berbagai negara, capoeira dilakukan dengan tidak meninggalkan filosofi aslinya. Namun, pada praktiknya gerakan capoeira juga mengalami adaptasi. Di negara asal, misalnya, jogo dilakukan berdua dan dalam kondisi serius, saling menyerang dan menghindar.
"Untuk Indonesia, jogo dibuat lebih menyenangkan dengan menitikberatkan pada seni olah tubuh," jelas David. Sama seperti pada olahraga bela diri taekwondo dan pencak silat, capoeira juga memiliki beberapa tingkatan yang ditandai dengan warna sabuk. Tingkatan pemula ditandai dengan warna sabuk putih, sedangkan yang tertinggi bersabuk hitam. Dalam komunitas capoeira juga dikenal orang yang mendapat sebutan mestre. Biasanya orang tersebut diakui karena kepemimpinan, loyalitas, dan dedikasinya. Tak hanya anak, remaja, dan dewasa, balita mulai usia 3-6 tahun pun dapat berlatih capoeira. Di studio tersebut latihan bagi kelompok paling belia ini digelar setiap senin pukul 17.00 WIB. Capoeira diyakini dapat merangsang balita untuk memiliki ketanggapan pada gerak motoriknya.