Headline

Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.

Keluarga Korban Kecewa Vonis Ringan Sopir BMW dalam Kecelakaan Maut Tol JLB

Akmal Fauzi
23/8/2025 12:22
Keluarga Korban Kecewa Vonis Ringan Sopir BMW dalam Kecelakaan Maut Tol JLB
Mobil BMW mengalami kecelakaan ruas Tol JLB Cengkareng, Jakarta Barat(istimewa)

PUTUSAN Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam kasus kecelakaan maut di Tol JLB Cengkareng menuai kontroversi. AM, pengemudi BMW putih yang menewaskan HN dan menyebabkan dua penumpang lainnya mengalami luka berat, hanya dijatuhi hukuman satu bulan penjara.

Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya meminta hukuman dua bulan penjara. Berdasarkan dakwaan, AM dinilai melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Lalu Lintas, yang ancaman hukumannya mencapai enam tahun penjara.

Peristiwa tragis itu terjadi saat AM mengemudikan BMW yang ditumpangi HN dan dua rekannya, IR dan AK pada 25 Agustus 2024. 

Sesampainya di ruas Tol JLB Cengkareng, mobil yang dikemudikan AM menabrak sebuah truk boks, menyebabkan sopir truk, MA, dan tiga penumpang BMW mengalami luka. HN kemudian meninggal dunia tiga hari setelah menjalani perawatan intensif.

Yang menjadi sorotan, selama proses hukum berlangsung, Albert tidak pernah ditahan di dalam sel. Majelis hakim bahkan menyarankan keluarga korban untuk menempuh jalur damai dan menerima kompensasi dari terdakwa melalui skema Restorative Justice, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024.

Keputusan ini memicu kekecewaan mendalam dari keluarga korban. Penasihat hukum HN, Novita Zahrani Gafur, menilai baik tuntutan jaksa maupun vonis hakim sama-sama tidak berpihak kepada korban dan mencederai rasa keadilan.

“Kami merasa sangat kecewa dengan tuntutan JPU yang sama sekali tidak memepertimbangkan pemenuhan rasa keadilan kepada Korban. JPU yang notabene-nya mewakili kepentingan hukum Korban justru menunjukkan ketidak-berpihakannya kepada Korban yang Meninggal Dunia," kata Novita dalam keterangan yang diterima, Sabtu (23/8).

"Tuntutan seringan itu menjadi pertanyaan besar bagi kami, bagaimana JPU merumuskan tuntutan hukuman dan menerapkan teori restorative justice dalam perkara ini," lanjut dia. 

Hal serupa disampaikan kuas hukum HN lainnya, Okta Heriawan. Menurutnya, putusan ini berpotensi menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.

Meski JPU menyatakan masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding, pihak keluarga korban mendesak agar langkah hukum itu segera ditempuh. Mereka menilai banding adalah satu-satunya cara untuk mengejar keadilan bagi Hesse

"Hal ini menjadi preseden buruk bagi institusi peradilan dan semakin melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak hukum," kata Okta. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya