SEJAK 1999, pemerintah telah menerbitkan larangan merokok di tempat umum melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Ada pula Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang juga mencantumkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok. Pemrov DKI Jakarta menerjemahkan peraturan pemerintah pusat dengan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara untuk Udara Luar Ruangan juga Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Namun, masih banyak masyarakat yang tidak mengindahkan aturan tersebut.
Dari pantauan Media Indonesia di kawasan Blok M Square dan Terminal Blok M, Jakarta Selatan, misalnya, meski ada spanduk dilarang merokok, para perokok seenaknya merokok. Pot tanaman di samping mal dipenuhi sampah puntung rokok. Meski demikian, para pengunjung mal tersebut cukup tertib karena tidak merokok di dalam mal. Kondisi serupa terlihat di Terminal Blok M. Pedagang asongan bebas menawarkan rokok kepada para penumpang yang menunggu bus di sana. Beberapa penumpang pun terlihat membeli rokok tersebut. Tidak hanya penumpang, sopir angkutan pun terbiasa merokok di dalam angkutan, meskipun jendela di dalam angkutan tersebut dibuka.
Tak satu pun petugas yang memperingatkan mereka karena sudah melanggar UU No 36 Tahun 2009 tentang kawasan dilarang merokok, karena yang lain juga asyik merokok. Sebenarnya, para perokok mengetahui peraturan tersebut, tapi tetap asyik merokok di tempat umum. Salah satunya ialah Rudi, 32, yang tengah menunggu bus jurusan Bekasi di Terminal Blok M. "Tahu sih, tapi ya bagaimana, yang lain juga merokok. Sekalian saja daripada bengong menunggu bus," kilahnya. Para perokok juga nekat merokok di rumah sakit, padahal RS merupakan tempat terlarang untuk merokok.
Biasanya perokok memanfaatkan kantin. Hal itu diungkapkan Farida, 39, yang jengkel karena tidak ada petugas yang menegurnya. "Kalau saya tegur, malah perokoknya bilang, 'saya merokok di mana dong'," ujarnya kesal saat menjenguk kerabatnya di rumah sakit di Jatinegara, Jakarta Timur, akhir pekan lalu. Padahal, lanjutnya, ada stiker larangan merokok di kantinnya. Sayangnya, satpam atau penjaga kantin tidak menegur orang yang merokok.
Soal penegakkan hukum Ancaman bagi perokok sudah diucapkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Dia juga meminta adanya audir kelayakan gedung bagi semua manajemen pusat perbelanjaan. Jika ditemukan ada ruang tempat para pengunjung dibiarkan merokok, Basuki menginstruksikan agar sertifikat layak fungsi (SLF) di sana dicabut. "Kita sudah punya Kepala BPLHD (Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah) yang baru, Pak Andi. Saya bilang harus berani tekan. Kalau memang yang melanggar, cabut saja SLF-nya. Sekalian audit juga keamanan gedung lainnya bersama dinas terkait," kata Ahok di Balai Kota, Senin (14/9).
Saat dihubungi secara terpisah, Kepala BPLHD DKI Jakarta Andi Baso Mappapoleonro mengaku tidak mudah melaksanakan instruksi tersebut, sebab pihaknya harus bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI. Hal itu disebabkan izin tenant di pusat perbelanjaan termasuk ke tempat hiburan yang ada di bawah pengawasan instansi tersebut. Pihaknya juga akan bekerja sama dengan Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) agar pemilik tenant yang melanggar dan mendapat sanksi berat tidak bisa membuka usaha di DKI lagi.
"Ada satu kafe di kawasan Senayan, Jaksel, yang dapat SP1 (surat peringatan pertama). Sanksi terberatnya kita cabut izin usahanya dan tidak bisa lagi berusaha di DKI. Nanti kami akan buat semacam data blacklist usaha-usaha yang melanggar dan tidak bisa lagi dibuka di DKI," kata Andi kepada Media Indonesia, Selasa (15/9). Penerapan sanksi, jelas Andi, akan diberlakukan pelan-pelan. Meskipun demikian, aturan sanksi yang ada sudah disosialisasikan kepada para pengelola pusat perbelanjaan. Tidak hanya di pusat perbelanjaan, Andi pun menerapkan inspeksi ke kantor-kantor pemerintah, sebab ia ingin menjadikan kantor pemerintah serta pegawai negeri sipil (PNS) di dalamnya menjadi contoh bagi masyarakat luas.
"Untuk sementara ini, baru teguran saja. Namun, kalau sudah berkali-kali, para wali kota dan kepala instansi harus tegas langsung berikan sanksi tidak ada pemberian tunjangan kinerja daerah (TKD) selama tiga bulan, karena pemerintah harus menjadi contoh bagi masyarakat," ujar Andi. Pendekatan juga dilakukan kepada anggota DPRD DKI. Melalui Sekretariat Dewan, BPLHD mengedarkan surat sosialisasi kawasan larangan merokok di gedung DPRD. Meskipun demikian, Andi tidak dapat berbuat banyak terhadap laporan warga atau pihak lain tentang anggota DPRD yang kerap merokok di area gedung atau bahkan di dalam ruangan. "Ya, kalau sanksi, biar yang lebih di atas yang berikan. Kami sih sering bilang, 'masak anggota dewan yang notabene wakil rakyat tidak memberikan contoh baik?' Begitu saja. Mudah-mudahan mereka mengerti," kata Andi.
Kawasan pemerintah, ungkap Andi, harus menjadi tempat yang ramah bagi warga yang tidak merokok. Tidak hanya itu semata, sebenarnya kedisiplinan dari masyarakat akan muncul jika melihat kedisiplinan yang ditunjukkan aparat pemerintah. "PNS dan legislatif harus memberi contoh yang baik bagi masyarakat. Jika tidak ada, sulit menegakkan aturan kawasan dilarang merokok," jelasnya.