Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Pembenahan Angkot tidak Kunjung Selesai

Dede Susianti
04/9/2015 00:00
Pembenahan Angkot tidak Kunjung Selesai
(MI/PANCA SYURKANI)
"ADA yang turun di sekitar rel Kebon Pedes atau langsung ke Pasar Anyar? Macet nih, suka lama. Saya mau muter, potong jalan," kata Udin Tape, 37, sopir angkutan kota (angkot) 16, trayek Salabenda-Pasar Anyar, Kota Bogor, kepada tiga orang perempuan yang menjadi penumpangnya. Benar saja, angkot hijau itu terjebak macet dengan antrean sekitar 1 kilometer dari pintu perlintasan rel. Antrean itu didominasi angkot hijau dan biru. Udin mengeluhkan, jika dulu ia bisa memenuhi target empat rit dalam sehari, saat ini ia menarik dua rit saja kepayahan.

Terkadang, ia memilih tidak menuntaskan perjalanan satu rit. Kemacetan parah dan minimnya penumpang membuatnya memilih putar balik dan mencari penumpang menuju ke arah sebaliknya, Salabenda. "Enggak usah sampai narik full, dua rit saja susah. Macetnya berjam-jam. Mending kalau penuh, penumpangnya banyak. Ini mah rieut ku setoran (pusing menutupi setoran," keluhnya. Udin menjadi penarik angkot milik juragan yang dikenal dengan nama Pak Iing, warga Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

Pak Iing memiliki 17 angkot. Kepada bosnya itu, Udin harus menyetor Rp120 ribu per hari dengan asumsi menarik full empat rit. Setoran itu terbilang besar karena ia bebas membawa mobil selama 24 jam. "Pusingnya sekarang itu angkot semakin banyak, penumpang sedikit. Sopir angkot jadi rebutan penumpang." Hal senada dikeluhkan Endin, 40, sopir angkot jurusan yang sama dengan Udin. Ia mengaku putus asa jika harus menghadapi kemacetan setiap hari. Oleh juragannya, Endin diberi kewajiban menyetor Rp80 ribu per hari karena hanya menarik angkot sampai sore.

Jumlah angkot yang banyak di Bogor menjadikan kota itu lebih dikenal sebagai kota sejuta angkot. Salah satu program pembenahan angkot di kota itu ialah program Wali Kota Bima Arya sejak awal memimpin. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan pembenahan angkot di Kota Bogor membutuhkan waktu yang panjang. Kendala utama saat ini ialah permodalan. "Untuk konversi (dari angkot ke Trans-Pakuan) saja, misalnya, minimal butuh 300-400 unit bus," ujarnya. Menurut Bima, saat ini pihaknya masih fokus pada proses konversi angkot ke bus.

Pemkot masih terus melakukan sosialisasi agar armada angkot yang ada bisa berbadan hukum. "Memang batasnya 14 Agustus lalu. Belum semua, tapi sudah banyak yang sudah berbadan hukum. Yang belum akan diperingatkan." Program konversi angkot ke bus sebenarnya sudah dimulai sejak 2007 saat kepemimpinan Wali Kota Diani Budiarto. Saat itu, pemkot meluncurkan bus Trans-Pakuan. Ada 30 bus bantuan melalui Ditjen Perhubungan Darat yang dioperasikan. Kebijakannya ialah mengganti tiga unit angkot dengan satu unit bus. Pada tahun itu, jumlah angkot dapat dikurangi 94 unit.

Jumlahnya berkurang dari 3.506 unit menjadi 3.412 unit. Jumlah itu bertahan hingga saat ini dan belum ada pengurangan lagi. Nantinya, kata Bima, para sopir angkot akan diberdayakan agar tidak kehilangan penghasilan. Sopir angkot yang terkena proyek pengurangan akan diberdayakan menjadi sopir bus Trans-Pakuan. "Akan ada tiga sift untuk bus. Jadi, mereka bisa tetap bekerja. Dijamin tidak akan kehilangan penghasilan," jelas Bima. Selain itu, lanjut dia, akan ada pengaturan ulang rute angkot dan bus di Bogor. "Pelayanan (Trans-Pakuan) akan diperluas. Selama ini baru 40% dan akan ditingkatkan hingga 80%," kata Bima.

Satu arah

Kepala Bidang Lalu Lintas di Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) kota Bogor Agus Suprapto mengatakan beberapa waktu lalu pihaknya baru melakukan rapat koordinasi pematangan dan pemaduserasian konsep jalur satu arah Kebun Raya Bogor. Rute jalan, kata dia, nantinya akan menjadi searah jarum jam. "Kalau berlawanan jam, saat ini frekuensi orang menyeberang dari luar (Kebun Raya) cukup tinggi. Ini menghambat lalu lintas dan membahayakan keselamatan," jelasnya. Pengamat tata kota dari Universitas Pakuan, Bogor Budi Arif, menilai belum terlihat hasil yang signifikan dalam penanganan masalah transportasi.

"Arahnya sudah betul, hanya implementasinya belum ada," ujarnya. Menurut Budi, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dipikirkan dan harus diselesaikan Bima dalam mengatur permasalahan angkot di Bogor. "Angkot yang sudah berbadan hukum nantinya dialihkan ke mana, harus jelas. Pengaturan ulang rutenya dan koridor Trans-Pakuan," kata Budi. Budi menilai, pembentukan beberapa lembaga khusus dalam menangani masalah angkot yang dilakukan Bima dinilai tidak perlu. "Konsentrasi saja pada problem terkait permodalan. Pengelolaan harus profesional agar (pembenahan angkot Bogor) seharusnya bisa lebih cepat."

Ia menyarankan, upah para sopir angkot nantinya diatur dengan sistem gaji. Pasalnya, konsep setoran tidak lagi cocok diterapkan. Para sopir memilih ngetem berlama-lama hingga semua kursi terisi penuh demi menggenapkan uang setoran. Kondisi itu menjadi salah satu pemicu kemacetan di 'Kota Hujan'. "Polanya harus gaji. Ini untuk mengoptimalisasi pergerakan angkutan umum. Jumlahnya harus seimbang," kata Budi. Kemajuan dalam pembenahan angkot saat ini dinilai lambat. "Memang pembenahan tidak bisa setengah-setengah. Harus allout. Harus dikerjakan lebih optimal," pungkas Budi.




Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya