Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Masih Ada 5.392 Anak Stunting di Kota Bogor

Dede Susanti
26/10/2021 10:46
Masih Ada 5.392 Anak Stunting di Kota Bogor
Kader PKK mengukur berat badan balita di Posyandu Angger 2, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.(ANTARA/Asprilla Dwi Adha)

JUMLAH anak di bawah lima tahun (balita) di Kota Bogor yang dalam kondisi stunting ternyata masih banyak.

Stunting adalah kondisi tinggi badan anak lebih pendek dibanding tinggi badan anak seusianya atau gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis atau berlangsung lama dari kehamilan sampai usia 24 bulan.

Berdasarkan data yang dirilis Sekretaris Daerah Kota Bogor. dari 84.729 balita, balita dengan kondisi stunting berada di angka 5.392 anak. Hal itu berarti dari 16 anak ada 1 yang mengalami stunting.

Baca juga: Anies Sepakati Perpanjangan TPA Bantargebang 5 Tahun Lagi

Kondisi itu disampaikan di acara Rembuk Stunting Kota Bogor 2021 di Hotel Salak The Heritage, Kota Bogor, Senin (25/10). Kegiatan itu juga diikuti para kepala dinas, camat dan lurah se-Kota Bogor secara hybrid.

Sekretaris Daerah Kota Bogor Syarifah Sofiah menyebut, dari 68 kelurahan, masih ada 20 kelurahan yang angka stuntingnya masih di atas 10%.

Karena itu, lanjutnya, targetnya bukan hanya pencegahan stunting pada 84.729 balita yang ada di Kota Bogor saja dan penanganan 5.392 balita stunting saja, tapi juga terhadap ibu hamil (bumil) yang berjumlah 19.238 orang.

"Karena jika tidak, dampaknya negatif yang terjadi pada anak-anak di kemudian hari, di antaranya gangguan pertumbuhan anak, menurunnya kecerdasan anak, kekebalan tubuh yang tidak maksimal. Bahkan jangka panjangnya bisa menyebabkan disabilitas," paparnya.

Salah satu pencegahan teehadap ibu-ibu hamil yaitu intervensi secara sungguh-sungguh dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Pendekatan yang dilakukan adalah konvergensi. Itu, katanya, sudah dilakukan secara bersama-sama dengan intervensi gizi spesifik (30%) dan intervensi gizi sensitif (70%).

Lebih jauh, dia menjelasakan, untuk yang 30% dilakukan dengan paket layanan intervensi KIA dan konseling kesehatan, gizi oleh dinas kesehatan. 

Kemudian untuk yang 70%, harus dilakukan secara terintegrasi dengan pihak-pihak pemilik dan pengambil kewenangan yang terlibat dalam penanganan stunting, di antaranya bicara berapa layanan air bersih dan sanitasi.

"Untuk Kota Bogor, air bersih yang dilayani PDAM berada di angka 77,3%, sisanya masih belum menerima layanan air bersih. Untuk sanitasi, dari 68 kelurahan belum ada yang bebas ODF (Open Defecation Free) atau stop buang air besar sembarangan,” paparnya.

Kegiatan Rembuk Stunting, lanjut Syarifah merupakan tahapan ketiga dari delapan aksi konvergensi stunting. Aksi pertama dan kedua sudah dikoordinasikan dengan Bappeda Kota Bogor.

Dalam kegiatan tahap ketiga, semua yang hadir diminta mendeklarasikan komitmen mereka, kemudian membangun komitmen publik dalam menurunkan stunting secara terintegrasi.

Sementara itu, pembacaan komitmen dan deklarasi Rembuk Stunting dipimpin langsung oleh Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.

Pada kesempatan itu juga dilakukan pengukuhan bunda peduli stunting tingkat kecamatan oleh bunda peduli stunting Kota Bogor, Yantie Rachim, isteri Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim.

Wali Kota Bogor Bima Arya memaknai kegiatan itu sebagai sesuatu yang berfungsi untuk menguatkan dan menyatukan kembali pemahaman tentang stunting dari hulu ke hilir. Hal itu agar memiliki frekuensi yang sama dan merapikan rencana kegiatan di lintas sektor.

“Komitmen dan deklarasi yang dibacakan secara lisan serta dikuatkan harus diturunkan dalam rencana-rencana kegiatan,” jelas Bima Arya.

Bima Arya menegaskan, upaya pencegahan dan penanganan stunting yang memiliki dampak multidimensi serta memiliki rentang waktu yang panjang, merupakan tanggung jawab semua pihak. 

Selain itu juga, intervensi spesifik tertentu oleh dinas kesehatan (dinkes) dan intervensi sensitif oleh perangkat daerah non kesehatan.

Menurutnya, ada tiga kunci yang menjadi dasar yakni dasar hukum, penganggaran dan kolaborasi.

“Dasar hukum atau regulasi merupakan modal yang cukup kuat. Khusus penganggaran saya mohon untuk dicek kembali dan dalam penerapannya di kolaborasikan dengan semua, baik dengan internal maupun eksternal,” ujarnya.

Dia meminta Sekda, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) serta dinas terkait memastikan sinkronisasi antara bottom up dan top down terintegrasi.

Pada kesempatan yang sama, Bunda Peduli Stunting Kota Bogor, Yantie Rachim mengatakan pengukuhan Bunda Peduli Stunting Tingkat Kecamatan menjadi dorongan dalam pencegahan dan penanganan stunting di Kota Bogor.

“Alhamdulillah saya tidak berjalan sendiri, tetapi bekerja sama dengan pihak-pihak lain untuk berkolaborasi pencegahan stunting di Kota Bogor,” katanya.

Pada 2024, pemerintah menargetkan capaian stunting di angka 14%, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat menargetkan 14,02% dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor pada 2021 menargetkan 10%.

Sementara itu, dari 12 lokasi stunting yang diamati di Kota Bogor sejak 2019 hingga 2021, pada Agustus 2021 terjadi penurunan mencapai 7,71%. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya