Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
SUASANA Musholla Al-Muttaqin yang berada di di kawasan Kalijodo, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, terlihat sepi. Tidak lagi terdengar suara adzan dengan speaker. Yang ada hanya gema adzan menggunakan suara mulut.
Bangunan musholla itu hanya terdiri dari satu ruangan. Musholla itu bercat putih dipadu warna cat kuning. Ukurannya hanya sekitar 6 x 6 meter persegi. Lokasinya berada di gang sempit diapit di antara hunian rumah-rumah warga. Lebar jalannya hanya berukuran satu meter.
Musholla yang diresmikan pada 24 September 2003 ini tidak ada lagi pengajian ibu-ibu dan anak-anak saat magrib yang sebelumnya rutin dilakukan setiap harinya. "Listrik telah dimatikan sejak Jumat (26/2) pukul 10.00 Wib kemarin," ujar Pengurus Musholla Al-Muttaqin,Pujiono, 43, saat ditemui Media Indonesia, Sabtu (27/2).
Namun, kata Pujiono, tadi malan petugas PLN telah mendatangi sejumlah tempat ibadah untuk menyalakan listrik. Akan tetapi, lantaran kondisi kabel yang ruwet, petugas tidak berani untuk memperbaikinya. Karena dapat memicu terjadinya konsleting dan menyebabkan kebakaran.
Pantauan lapangan, sejumlah pengurus musholla terlihat sibuk membereskan barang-barang di Musolla seperti kabel, pintu besi, karpet salat, bedug, rebana, Alquran.
Rencananya, ungkap Pujiono, barang-barang tersebut akan dipindahkan ke rusun Marunda untuk dijadikan tempat pengajian. Pemindahan itu dibantu oleh warga dan juga Satpol PP.
Ia berharap aktivitas keagamaan tetap berjalan meskipun berada di tempat yang berbeda. Karena sejumlah program seperti Yasinan, pengajian ibu-ibu dan anak-anak saat magrib, rutin dilakukan setiap harinya. "Untuk anak yang ngaji sekitar 30 orang anak-anak, laki-laki dan perempuan," ungkapnya.
Lanjut Pujiono, sebagai seorang pengurus bendahara musholla, ia mengaku telah menyerahkan semua keuangan musholla kepada keluarga yang mewakafkan, yaitu kepada marbot atau ahli waris (anak pemberi wakaf). Ia mempercayakan hal tersebut kepada ahili waris musholla.
"Saya sudah serah terimakan ke marbot. Dia orangtua yang mewakafkan tanah untuk membangun musholla,"ujarnya.
Pujiono juga mengatakan dirinya tidak aktif lagi sebagai pengurus musholla dan memilih pulang ke kampung halaman. Padahal dirinya mengenal musholla sejak lama, sampai guru meninggal. Pasalnya, ia dan keluarganya sudah lama tinggal di kawasan Kalijodo ini sejak tahun 1970.
Selanjutnya, ia akan pindah bersama seorang anak dan istrinya ke Cilacap, pada Senin (29/2). "Alhamdulillah saya ada rumah keluarga istri di Cilacap," tuturnya. (X-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved