Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Mabes Polri menangkap delapan orang dalam kasus kejahatan uang palsu (upal) selama periode Januari-Februari 2020. Para tersangka yang diduga melakukan pembuatan dan pengedaran upal masing-masing berinisial NI, FT, SD, RS, CC, STR, RW, dan SY. Mereka ditangkap di beberapa daerah, yakni Jakarta, Bogor, Bekasi, Sukabumi, dan Wonosobo.
Adapun upal yang diedarkan dan dicetak merupakan pecahan mata uang rupiah dan dollar Amerika Serikat. Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareksrim Polri, Brigjen Daniel Tahi Monang Silitonga, polisi berhasil menyita total Rp2,1 miliar dan US$100 ribu.
"Kita juga melakukan penyitaan mesin yang dipakai untuk mendesain dan mencetak. Ada juga handphone yang digunakan untuk komunikasi dan transaksi," kata Daniel di Gedung Bareskrim Polri, Selasa (18/2).
Daniel menyebut kualitas upal yang diproduksi sindikat tersebut masih terbilang rendah. Selain karena menggunakan bahan baku berupa kertas HVS 140 gram, upal yang diproduksi sindikat tersebut juga tidak menggunakan pita pengaman. "Tapi kalau malam-malam, gelap mata, laku juga dijual," imbuhnya.
Oleh sebab itu, lanjut Daniel, target dari sindikat tersebut adalah kalangan ekonomi menengah ke bawah. Para tersangka mengedarkan upal dengan perbandingan antara 1:3 sampai 1:5. "Misalnya saya kasih Rp1 juta, kamu dapat Rp10 juta. Kalau Rp10 juta dia dapat Rp100 juta. Jadi dicetak sama dia (para tersangka) sesuai penawaran," jelas Daniel.
Selain menawarkan secara langsung, para tersangka juga memasarkan dan mengedarkan upal tersebut melalui media sosial. Melalui celah tersebut, polisi berhasil menangkap para pelaku.
"Komplotan pemalsuan uang sudah ada dari dulu. Jadi, tim kita masuk membuat order atau undercover buying. Kita membeli lewat medsos, setelah itu dapat jaringannya," ungkap Daniel.
Total uang hasil kejahatan dari tangan para tersangka yang disita polisi sejumlah Rp20 juta. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 244 dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau 245 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP serta Pasal 36 Ayat (1,2,3), Pasal 37 UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang jo 55 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana penjara 15 tahun.
Pada kesempatan yang sama, Asisten Direktur Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI), Eggi Gilkar menegaskan bahwa pihaknya selalu berusaha meningkatkan kualitas uang untuk menghindari pemalsuan. BI juga memberikan edukasi kepada masyarakat untuk mengetahui keaslian rupiah.
"Sampai saat ini, uang palsu yang beredar masih bisa dikenali dengan 3D, dilihat, diraba, dan diterawang," tandas Eggi. (Tri)
Mabes Polri menangkap delapan orang dalam kasus kejahatan uang palsu (upal) selama periode Januari-Februari 2020. Para tersangka yang diduga melakukan pembuatan dan pengedaran upal masing-masing berinisial NI, FT, SD, RS, CC, STR, RW dan SY. Mereka ditangkap di beberapa daerah, yakni Jakarta, Bogor, Bekasi, Sukabumi, dan Wonosobo.
Adapun upal yang diedarkan dan dicetak adalah merupakan pecahan mata uang rupiah maupun dollar Amerika Serikat. Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareksrim Polri, Brigjen Daniel Tahi Monang Silitonga, polisi berhasil menyita total Rp2,1 miliar dan $100 ribu AS.
"Kita juga melakukan penyitaan mesin yang dipakai untuk mendesain dan mencetak, ada juga handphone yang digunakan untuk komunikasi dan transaksi," kata Daniel di Gedung Bareskrim Polri, Selasa (18/2).
Daniel menyebut kualitas upal yang diproduksi sindikat tersebut masih terbilang rendah. Selain karena menggunakan bahan baku berupa kertas HVS 140 gram, upal yang diproduksi sindikat tersebut juga tidak menggunakan pita pengaman. "Tapi kalau malam-malam, gelap mata, laku juga dijual," imbuhnya.
Baca juga: Polsek Godean Sita Ribuan Lembar Uang Palsu
Oleh sebab itu, lanjut Daniel, target dari sindikat tersebut adalah kalangan ekonomi menengah ke bawah. Para tersangka mengedarkan upal dengan perbandingan antara 1:3 sampai 1:5.
"Misalnya saya kasih Rp1 juta kamu dapat Rp10 juta, kalau Rp10 juta dia dapat Rp100 juta, jadi dicetak sama dia (para tersangka) sesuai penawaran," terang Daniel.
Selain itu, para tersangka juga memasarkan dan mengedarkan upal tersebut melalui media sosial. Melalui celah tersebut, polisi berhasil menangkap para pelaku.
"Komplotan pemalsuan uang sudah dari dulu, jadi tim kita masuk membuat order atau undercover buying. Kita membeli lewat medsos setelah itu dapat jaringannya," ungkap Daniel.
Total uang hasil kejahatan dari tangan para tersangka yang disita polisi sejumlah Rp20 juta. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 244 dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau 245 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP serta Pasal 36 Ayat (1,2,3), Pasal 37 UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang jo 55 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana penjara 15 tahun.
Pada kesempatan yang sama, Asisten Direktur Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Eggi Gilkar menegaskan bahwa pihaknya selalu berusaha meningkatkan kualitas uang untuk menghindari pemalsuan. BI juga memberikan edukasi kepada masyarakat untuk mengetahui keaslian rupiah.
"Sampai saat ini uang palsu yang beredar masih bisa dikenali dengan 3D, dilihat, diraba, dan diterawang," tandas Eggi. (OL-14)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved