Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Omzet Tinggi, Penghuni Ogah Pergi

MI/Sri Cahya Lestari
15/2/2016 09:27
Omzet Tinggi, Penghuni Ogah Pergi
(ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

TINGGINYA perputaran uang di lokalisasi prostitusi Kalijodo yang berada di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, dan Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, tidak bisa dimungkiri. Oleh karena itu, banyak pihak yang mempertahankan lokasi tersebut dari penggusuran. Besarnya perputaran uang terlihat dari tingginya berbagai biaya yang harus dikeluarkan pengunjung saat datang ke tempat yang berada di antara Kali Angke dan Kanal Banjir Timur itu. Mulai dari jasa parkir hingga minuman, harganya selangit. Padahal, Kalijodo hanyalah kawasan permukiman padat penduduk yang lembap di atas lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di antara bangunan semipermanen rata-rata berukuran 2x2,5 meter itulah sedikitnya ada 109 yang difungsikan sebagai kafe remang-remang, karaoke, diskotek, hingga tempat prostitusi.

Pengunjung yang datang menggunakan mobil pribadi harus siap-siap membayar biaya parkir Rp100 ribu untuk waktu tidak terbatas di malam itu. Itu memang bukan tarif resmi, karena yang menetapkan tarif sekaligus memungut uangnya ialah sekelompok orang berwajah garang. Tarif tersebut tentu saja sangat fantastis, karena tarif parkir resmi mobil di Jakarta rata-rata hanya Rp4.000 per jam. Sementara itu, tarif parkir sepeda motor masih terbilang wajar, yakni Rp5.000. Bahkan ketika baru akan memasuki lokasi melalui Jalan Pendahuluan II, Kelurahan Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, mereka sudah melambaikan tangan kepada pengendara mobil dan motor agar parkir di tempat yang mereka tentukan.

"Bayarnya (tarif parkir) Rp80 ribu, tapi plus uang keamanan Rp20 ribu. Bukannya apa Bos, kami kan juga harus setor ke sana-sini," kata salah seorang pengatur parkir ketika ditanya tentang tingginya biaya parkir, dengan nada tinggi di antara suara musik dari sejumlah kafe. Demikian halnya dengan minuman, sebotol bir di kafe-kafe itu dipatok Rp50 ribu hingga Rp100 ribu. Meskipun bangunan-bangunan di sana dibuat sebagai tempat hiburan malam, kafe di Kalijodo hanyalah rumah semipermanen biasa yang memiliki fasilitas seadanya. Setiap kafe hanya dilengkapi kipas angin gantung, meja kayu sederhana, kursi plastik, serta toilet dengan kondisi kotor dan dihuni kecoa.

Per 30 menit
Perputaran uang lainnya berada di setiap pekerja seks komersial (PSK). Salah seorang PSK yang mengaku bernama Agustin, 25, menetapkan tarif Rp200 ribu untuk setiap kali melayani laki-laki hidung belang dengan waktu maksimal 30 menit. Tarif tersebut merupakan tarif pasaran, karena PSK lainnya yang jumlahnya ratusan juga menetapkan tarif yang sama. Perempuan itu mengaku rata-rata melayani 5 tamu setiap malam. Saat ditemui pekan lalu, perempuan bercelana pendek jins ketat itu tengah menanti tamu di lantai dasar salah satu kafe.

Sementara itu, lantai 2 kafe teridiri dari deretan kamar berukuran 1x2 meter untuk melayani tamu. "Kamarnya digunakan secara bergantian. Kalau kamar saya lagi dipakai sama (PSK) lain, bisa pakai kamar teman yang sedang kosong," ujarnya. Tingginya omzet bisnis esek-esek di Kalijodo itulah yang diduga membuat mereka yang terlibat menetang setiap upaya penertiban. Bahkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menduga ada oknum yang membekingi tempat tersebut. (Put/MTVN/J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya