Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
PAKAR reptil Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amir Hamidiy coba menjelaskan fenomena munculnya anakan ular kobra di permukiman yang cukup menggegerkan warga.
Menurut Amir, fenomena ini adalah hal yang wajar, karena musim penghujan merupakan fase menetasnya telur kobra.
"Sebenarnya bukan ular kobra saja, tapi memang banyak kasusnya di bulan-bulan ini. Sebenarnya ada ular kopi dan beberapa jenis yang lain. Tapi ini memang periode yang tepat untuk penetasan anakan kobra," ujar Amir, Selasa (17/12).
Peneliti herpetologi, ilmu yang mempelajari reptil dan amfibi itu, menjelaskan ular berwarna hitam legam itu memang mempunyai kemampuan untuk beradaptasi di area di mana terjadi aktivitas manusia dan bisa membuat sarang di sekitar rumah-rumah warga.
Baca juga: Ini Tips Mencegah Ular Masuk Rumah
Memang, kata Amir, ular jenis lain juga memiliki kemampuan beradaptasi di sekitar daerah dengan aktivitas manusia, tapi yang belakangan ini terjadi karena kobra memang membuat sarang dan menaruh telur mereka di sekitar permukiman.
Itu terlihat dari dari kemunculan kobra di satu daerah dengan titik berdekatan, karena itu berarti indukan kobra membuat sarang di sekitar daerah tersebut.
Indukan kobra sendiri dapat menelurkan sekitar 12-20 butir telur yang akan menetas dalam rentan waktu sekitar 3-4 bulan.
Amir juga mengatakan, ketika lahir, anakan kobra sudah mampu mencari makanan sendiri. Karena sudah memiliki insting bertahan hidup.
"Karena ada seleksi alam. Kobra untuk sampai usia dewasa itu bisa satu setengah sampai dua tahun. Selama periode itu dia butuh makan, butuh bertahan hidup. Kalau itu tidak disediakan, dia tidak akan bisa bertahan hidup," terang Amir.
Selain faktor musim penetasan, menurut Amir, kemungkinan bertambahnya populasi anakan kobra juga bisa karena ketiadaan predator alami seperti biawak dan elang yang sudah tidak bisa ditemui di sekitar pemukiman warga.
Pulau Jawa sendiri memang adalah habitat asli dari ular kobra sebelum adanya perubahan pada tempat mereka biasanya tinggal untuk pembangunan jalan dan pemukiman manusia serta aktivitas-aktivitas lain yang merusak habitat asli mereka. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved