Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PT KAI Commuterline Indonesia (KCI) baru saja mengumumkan kebijakan penambahan jumlah perjalanan KRL Jabodetabek melalui penerbitan Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) 2019 yang menggantikan Gapeka 2017.
PT KCI pada Gapeka 2019 ini memprogramkan operasi perjalanan KRL sebanyak 90 Loop yang berjumlah 1.057 perjalanan KRL per harinya. Jumlah tersebut bertambah dibanding dengan program pada Gapeka 2017 dengan operasi perjalanan KRL sebanyak 81 Loop yang berjumlah 945 perjalanan KRL perharinya.
Hal itu tentunya akan membuat frekuensi perlintasan KRL semakin tinggi. Pada titik jalan yang bertemu dengan rel atau pada perlintasan-perlintasan sebidang, tidak pelak akan menimbulkan kemacetan karena frekuensi buka tutup palang pintu kereta akan bertambah.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyebut seyogyanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutup perlintasan sebidang dan membuat perlintasan tidak sebidang.
Baca juga: BPTJ Minta Masyarakat tidak Khawatir Soal ERP
"Sebab, jika tidak dibuat perlintasan tidak sebidang, target penambahan penumpang angkutan umum tidak akan tercapai. Perlintasan sebidang itulah yang membuat perjalanan KRL tidak bisa bertambah signifikan karena mereka juga memahami akan menambah kemacetan," kata Djoko saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (21/11).
Djoko menyebut pembuatan perlintasan tidak sebidang akan membuat KCI tidak ragu menambah Gapeka sehingga frekuensi perjalanan kereta akan lebih sering. Hal itu akan memancing warga beralih ke angkutan massal.
Utamanya pada rute-rute Loop Line, hal ini masih sulit dilakukan karena banyaknya perlintasan sebidang yang menjadi penghalang.
"Rute seperti Bogor-Jatinegara itu kan jarang-jarang keretanya karena mereka yang paling banyak berhadapan dengan perlintasan sebidang. Dari Bogor sampai Jatinegara tidak ada rel layang, semua sebidang. Sementara dari Bogor-Kota minimal dari Cikini-Kota sudah tidak sebidang karena jalurnya layang," tuturnya.
Anggaran pun dinilai bukan penghalang bagi Pemprov DKI guna membangun banyak perlintasan tidak sebidang. Namun, dibutuhkan komitmen serta kemauan politik yang kuat untuk bisa memprioritaskan anggaran membangun infrastruktur.
"Saya rasa APBD DKI kan sangat besar ya. Satu perlintasan tidak sebidang rata-rata membutuhkan Rp100 miliar. Itu bukan angka yang sulit," tukasnya.
Djoko pun menyayangkan Pemprov DKI yang hanya membangun empat perlintasan tidak sebidang untuk tahun ini yang akan selesai tahun depan. Perlintasan tidak sebidang itu berada di titik Tanjung Barat, Universitas Pancasila, Cakung, dan Senen.
Pemprov DKI lebih memilih menganggarkan dana untuk penyelenggaraan Formula E yang menelan dana hingga Rp1,1 triliun.
"Sayang sekai itu. Anggaran untuk Formula E bisa untuk bangun sampai 10 perlintasan tidak sebidang. Ya memang Formula E bisa mengangkat nama Jakarta ke internasional. Tapi saya rasa peningkatan pendapatannya tidak akan signifikan dibandingkan manfaat membangun perlintasan tidak sebidang yang membuat penumpang moda angkutan massal semakin bertambah," tukasnya. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved