Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Awal Beroperasi, MRT Harus Bisa Beri Subsidi Besar

Putri Anisa Yuliani
28/3/2019 16:02
Awal Beroperasi, MRT Harus Bisa Beri Subsidi Besar
Dua rangkaian Moda Raya Terpadu (MRT) melintas dengan latar belakang Stasiun MRT Sisingamangaraja di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (28/3)(MI/Susanto)

PENGAMAT transportasi Djoko Setidjowarno berpandangan pada awal pengoperasian angkutan massal baru seperti Moda Raya Terpadu (MRT), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebaiknya menetapkan tarif yang terjangkau bagi semua segmen penumpang baik menengah ke bawah maupun ke atas.

Menurutnya, ketika memulai pengoperasian moda angkutan massal baru pemerintah harus berani mengambil sikap mendukung penuh pengoperasian moda tersebut termasuk memberikan subsidi yang besar guna memberikan tarif yang terjangkau.

"Jadi jangan memikirkan keuntungan dulu. Tapi, bagaimana merebut hati penumpang dulu supaya mau naik MRT. Lalu nanti pelan-pelan ketika masyarakat sudah suka dan merasa nyaman baru dinaikkan tarifnya," kata Djoko saat dihubungi, Kamis (28/3).

Baca juga: Pekerja Kantoran Mulai Beralih ke MRT

Hal itu sudah diterapkan oleh PT KCI saat awal mengoperasikan kereta rel listrik (KRL) Commuterline. Sebelumnya KRL AC memiliki tarif datar sebesar Rp 5 ribu. Setelah KCI meremajakan seluruh armada, KCI pun menerapkan tarif perstasiun yang kemudian diubah menjadi tarif perjarak.

"Lalu kemudian mereka menaikkan tarif sebesar Rp 1000. Tapi pelan-pelan kan setelah pelayanan bagus dan orang nggak keberatan karena servis mereka bagus. Ya mereka bisa murah karena kereta mereka kan bekas, bekas tapi bagus. Kalau MRT baru semua ya wajar Rp 10 ribu," terangnya.

Djoko melanjutkan nilai tarif terjauh sebesar Rp 10 ribu merupakan tarif yang ideal dan cukup terjangkau bagi semua kalangan.

Dalam menetapkan tarif, bukan hanya perkiraan biaya tarif perjarak yang harus disosialisasikan pemerintah tetapi juga perbandingannya dengan biaya yang harus dikeluarkan jika menggunakan kendaraan pribadi.

Ia mencontohkan dalam sebuah studi yang pernah ia lakukan dua tahun silam tentang biaya penggunaan kendaraan pribadi guna menjadi rekomendasi penetapan tarif Light Rail Transit (LRT) Jabodebek. Tarif Jabodebek telah ditetapkan sebesar Rp 15 ribu untuk jarak terjauh dari Cibubur hingga Cawang.

Dari tarif itu dirata-rata pengguna hanya akan mengeluarkan sekitar Rp 1 juta perbulan untuk transportasi ke tempat kerja. Sementara dari studi, masyarakat yang melewati rute tersebut menggunakan kendaraan pribadi akan menghabiskan hingga Rp 6,5 juta sampai Rp 7,5 juta.

"Biaya itu indikatornya dari supir, biaya perawatan, tol dan BBM. Tarif LRT Jabodebek pun sudah ditetapkan sekarang untuk beroperasi 2021 supaya masyarakat tahu dan bisa menghitung sendiri. Saat disurvei ternyata banyak sekali peminatnya dengan tarif segitu," ujarnya.

Djoko pun meminta agar saat nantinya mulai memungut tarif dari masyarakat, MRT dapat memikirkan infrastruktur penunjang agar bisa total membujuk pengendara pribadi berpindah ke MRT. Begitu pun dengan Pemprov DKI Jakarta harus juga menetapkan kebijakan untuk mendukung Hal tersebut.

"Seperti tarif parkir yang dibuat mahal. Tarif parkir kita ini paling murah sedunia sih saya rasa. Seperti di Tiongkok itu, tarif MRT hanya 2 Yuan, sekitar Rp 5 ribu. Tapi tarif parkirnya bisa Rp 50 ribu perjam," tukasnya.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya