Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
Tahun lalu, Ricka Veronica, warga Cililitan, Jakarta Timur, berkeluh kesah soal layanan bus Trans-Jakarta. Meski sempat memuji kehadiran transportasi publik itu sangat membantu dirinya, ia mengaku masih ada satu masalah yang mengganjal.
"Pada rute-rute tertentu dan jam tertentu, seperti pada rute Harmoni-Pusat Grosir Cililitan, jumlah armadanya terbatas. Setiap pulang kerja, saya dan penumpang lain harus menunggu di halte hingga 20-30 menit," keluhnya.
Ricka tidak mau menyimpan keluhan itu dalam hati. Dia juga tidak sekadar membicarakannya dengan perempuan lain yang setiap hari ia temui di halte.
Keluhan Ricka itu ia luncurkan ke ruang publik. Lewat surat pembaca di salah satu koran ia memuji, mengaku menikmati, tapi juga melontarkan keluhannya tentang pelayanan Trans-Jakarta. Cara ini efektif, karena perusahaan yang dimodali Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu secara bertahap melakukan perubahan.
Banyak cara masyarakat melaporkan soal pelayanan publik ini. Jika Ricka memilih surat pembaca, anggota masyarakat lain menyukai untuk datang ke kantor Ombudsman.
"Saat ini, tingkat kesediaan masyarakat melapor jika terjadi masalah pelayanan publik sudah cukup tinggi, mencapai 79,4%. Ini positif, karena kesadaran masyarakat untuk melapor terus meningkat, baik pelayanan di sekolah, rumah sakit, administrasi kependudukan atau pelayanan lain," ungkap anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala, di Gedung Ombdusman, Jakarta Selatan, kemarin.
Ia menilai kondisi itu merupakan indikasi bahwa masyarakat ingin memperbaiki pelayanan publik. Masyarakat tahu hak-haknya, tidak acuh, dan senantiasa mengakses layanan publik, proses, harga yang harus dibayar dan lain-lain.
Meski meningkat, lanjut guru besar Universitas Indonesia, itu, dalam soal pengetahuan malaadministrasi, tidak banyak warga yang tahu. "Kami melakukan survei, yang mengaku tahu soal malaadministrasi hanya sekitar 22% dari 2.818 responden di 10 kabupaten dan kota."
Pada survei yang sama, Ombudsman RI juga mendapatkan fakta dalam era digital dan informasi teknologi, saat ini, ternyata sebagian besar masyarakat masih nyaman mengakses layanan publik secara langsung. Sejumlah opsi untuk mengurus layanan publik sudah disediakan, yakni mengurus sendiri, daring, menggunakan perantara, dan meminta tolong saudara.
"Sebanyak 78% dari responden mengaku lebih senang mengurus sendiri. Ada 51,6% responden juga senang datang dan bertanya langsung ke petugas layanan, untuk mengetahui soal yang mereka urus," lanjut kriminolog itu.
Alasan mereka sederhana. Warga merasa senang jika mendapat respons langsung dari petugas, disambut ramah, dan mendapat informasi yang sangat jelas. Mereka mengaku tidak mendapatkannya jika mengakses layanan secara daring.
Adrianus memaklumi kebiasaan warga itu. "Itulah sifat ketimuran orang Indonesia. Masih sangat menjaga silaturahim." (Fer/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved