Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak gugatan atau permohonan pengujian kembali terkait larangan penggunaan aplikasi Global Positioning System (GPS) pada telepon seluler ketika mengendarai kendaraan bermotor.
Ketua Majelis Hakim Anwar Usman mengatakan setelah menimbang dan melihat bukti dan keterangan dari para saksi dan pemohon, MK menilai pokok permohonan tidak beralasan secara hukum, sehingga MK menolak gugatan tersebut.
"Dalam ammar putusannya MK menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar dalam pembacaan putusan, Rabu (30/1).
MK beralasan dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 telah dijelaskan peraturan dalam mengemudi secara wajar. Namun, MK menyadari materi muatannya masih sederhana dan belum mampu menjangkau seluruh aspek yang terkait prilaku berkendara yang tidak tertib, termasuk penggunaan GPS.
Meski demikian, dalam penerapannya, hakim MK menilai UU Nomor 22 Tahun 2009 tersebut telah mengatur ketertiban berlalu lintas secara menyeluruh dan tidak hanya terkait dengan prilaku pengendara motor.
"Dalam hal ini UU 22 telah mengatur secara komprehensif upaya tertib berlalu lintas yg tudak hanya bertujuan melindungi pengendara motor, tapi juga pengguna jalan lainnya, seperti pesepeda dan pejalan kaki," kata hakim MK Wahiduddin Adams.
Sementara itu, hakim MK lainnya Enny Nurbaningsih mengatakan mahkamah memahami penggunaan GPS dapat membantu pengemudi mencapai tempat tujuan. Meski demikian. ia menilai penggunaan GPS bisa merusak konsentrasi pengendara, karena pengemudi melakukan dua aktivitas sekaligus.
"Mengemudikan kendaraan bermotor dengan aktivitas lain secara paralel berpengaruh pada fokus selama berkendara,"kata Enny.
Selain itu, Enny mengatakan selama berkendara pengemudi juga dihadapkan dengan situasi lain selama perjalanan, seperti pengemudi lain dan objek-objek lainnya yang harus diperhatikan oleh pengemudi.
Maka dari itu, pengendara seharusnya tidak boleh kehilangan fokus karena bisa berdampak pada keselamatan orang lain.
"Menurut MK, terkait dengan frasa penuh konsentrasi bertujuan untuk melindungi kepentingan umum yang lebih luas akibat dampak prilaku mengemudi yang konsentrasinya bisa terganggu," kata Enny.
Meski demikian, Enny mengatakan penggunaan GPS dapat dibenarkan jika secara langsung tidak menganggu konsentrasi. Sehingga, kata Enny, dalam penindakannya dikembalikan kepada petugas apabila menemukan tindakan pengendara yang tidak fokus dan menganggu keselamatan pengguna jalan lain.
"Dengan kata lain, penggunaan GPS dapat dibenarkan sepanjang tidak mengganggu konsentrasi pengemudi dalam berlalu lintas. Artinya, tidak setiap pengendara yang menggunakan GPS serta-merta dapat dinilai mengganggu konsentrasi mengemudi yang membahayakan pengguna jalan lainnya yang dapat dinilai melanggar hukum, sehingga penerapannya harus dilihat secara kasuistis," kata Enny.
Seperti diketahui, gugatan larangan penggunaan GPS tersebut diajukan oleh Ketua Umum Toyota Soluna Community Sanjaya Adi Putra melalui kuasa hukumnya Viktor Santoso Tandiasa.
Para pemohon merasa aktivitasnya dalam mencari nafkah telah dirugikan secara konstitusional oleh Penjelasan Pasal 106 ayat (1) dan Pasal 283 UU LLAJ terutama ketika menggunakan GPS saat berkendara.
Adapun Pasal 106 ayat 1 berbunyi: Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
Sementara pasal 283 yang mengatur sanksinya berbunyi: Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved