Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Ganjil-Genap tidak Cocok Permanen

(Ant/Fer/J-2)
26/10/2018 07:25
Ganjil-Genap tidak Cocok Permanen
(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

KEBIJAKAN ganjil-genap kendaraan bermotor yang diberlakukan di beberapa ruas jalan protokol di wilayah Jakarta kurang tepat untuk jangka panjang karena justru mengakibatkan penambahan volume kendaraan lebih banyak. Diperlukan evaluasi guna mempersiapkan kebijakan-kebijakan lain yang saling terintegrasi.

"Kalau diberlakukan permanen secara resmi, pasti orang mencari cara lain, yaitu membeli mobil baru atau bekas. Itu potensinya 30% bisa ganjil atau genap," papar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan Sugihardjo saat konferensi pers Evaluasi Penerapan Kebijakan Ganjil-Genap di Wilayah Jabodetabek di Jakarta, kemarin.

Sugihardjo merinci berdasarkan penelitian tim Litbang Kemenhub, responden mengatakan apabila kebijakan ganjil-genap diberlakukan secara permanen, 40% tidak akan membeli mobil baru dan 30% lainnya masih ragu-ragu. Ia menuturkan kebijakan ganjil-genap memang mengurangi kemacetan di jalan-jalan yang diterapkan, tetapi kemacetan tersebut bukan hilang, melainkan beralih ke ruas-ruas jalan yang tidak terkena ganjil-genap.

Sebab itu, kata Sugihardjo, pihaknya mendorong kebijakan yang permanen seperti mass rapid transit atau parkir dengan sistem berbayar elektronik (ERP). "Dengan demikian, teori push and pull jalan. Di-push bagaimana menekan (pemilik) kendaraan pribadi (beralih) menggunakan transportasi umum," katanya.

Selain itu, hasil penelitian Balitbang Kemenhub menunjukkan 90% masyarakat tidak setuju kebijakan ganjl-genap diterapkan saat akhir pekan. "Apabila diberlakukan selama 24 jam seperti pada saat Asian Games, penolakan mencapai 60%," pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Bambang Prihantono menilai pemberlakuan ganjil-genap bukanlah solusi sapu jagat untuk semua permasalahan kemacetan lalu lintas di Ibu Kota.

"Kita tidak bisa menyelesaikan semua permasalahan dengan ganjil-genap karena semua terusik, tapi bukannya pindah ke angkutan umum, melainkan malah ke roda dua," katanya.

Untuk itu, Bambang mengatakan salah satu solusi jangka panjang ialah penerapan jalan berbayar (ERP) yang direncanakan akan dimulai pada 2019.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai untuk tetap menarik masyarakat menggunakan transportasi, tarif diturunkan. Ia mencontohkan di Tiongkok, tarif KRL hanya 2 yuan dan bus 1 yuan. "Koridor tertentu digratiskan, bahkan KRL sampai 10.000 kilometer, kalau kita baru 1.200 kilometer," katanya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya