Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Pemerintah akan Tata Ulang Rencana Tata Ruang Palu-Donggala

Dede Susianti
04/10/2018 21:45
Pemerintah akan Tata Ulang Rencana Tata Ruang Palu-Donggala
(MIShade )

MENTERI Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, dalam penanganan bencana di Palu dan Donggala akan dilakukan secara menyeluruh. Tentunya dengan berbagai tahapan.

"Untuk sekarang ini, kita fokus penanganan masih pada tahap tanggap darurat. Kita perhatikan dulu bagaimana kita bisa menyelamatkan rekan -rekan kita yang ada di sana," kata Menteri Bambang di acara Seminar Agro-Maritim 4.0 Menyongsong Visi Indonesia 2045 di Institut Pertanian Bogor International Convention Center (IICC) Botani Square, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (4/10).

Langkah berikutnya, pihaknya akan melakukan kajian dan melihat wilayah-wilayah mana yang rawan. Kemudian, akan membuat perencanaan setelah pascatanggap darurat.

"Kalau kita sudah tahu di mana wilayah-wilayah yang rawan bencana. Nah, ke depannya kita membuat perencanaan yang lebih baik buat Palu dan Donggala. Berikutnya yang akan kami kerjakan, bagaimana menata ulang perencanaan tata ruang di wilayah yang rawan bencana itu. Paling tidak, bagaimana kondisi bangunannya, infrastrukturnya, sehingga kalau ada bencana, kerusakan minimal dan korban kalau bisa tidak ada," ungkapnya.

Pemerintah, pihaknya, lanjut dia, akan berupaya bukan saja bagaimana mengatasi bencana, tapi bagaimana kita bisa hidup relatif aman di tengah lingkungan yang rawan bencana.

Dia menjelaskan, penanganan pascatanggap darurat itu adalah tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.

Menurutnya, justru di tahap inilah, harus dilakukan dengan lebih berhati-hati. Di mana proses rekonstruksinya itu harus memperhatikan daerah-daerah atau titik-titik yang selama ini dianggap rawan, tapi masih dihuni.

"Jadi sambil kita membereskan dulu tanghap darurat, kita akan siapkan supaya ke depannya kehidupan masyarakat di daerah Palu dan Donggala itu relatif lebih aman kalau ada bencana yang mungkin tidak bisa kita hindari," katanya.

Untuk waktu proses rekontruksinya sendiri, Menteri Bambang belum bisa menjawab. Karena, menurutnya, setiap kasus berbeda-beda. Dia mencontoh kasus Aceh.

"Yang paling berat pertama adalah Aceh. Waktu itu BRR ada di Aceh, bahkan sampai 5 tahun. Ya karena memang proses pemulihannya, rehab, rekon, dari tanggap daruratnya makan waktu yang memang tidak sedikit," katanya.

Pun demikian dengan besaran anggaran. Namun demikian, Bambang memastikan pemerintah akan menyiapkan segalanya.

Terlebih, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang memimpin atau yang ditunjuk langsung Presiden Joko Widodo untuk menangani bencana ini.

"Masih dihitung. Yang pasti pemerintah akan menyiapkan segalanya yang dibutuhkan, sehingga rehab rekon ini sesuai dengan kondisi yang bisa menggerakan ekonomi di daerah Palu dan Donggala. Itu nanti pak Wakil Presiden yang akan menyampaikan langkah-langkahnya," tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Menteri Bambang menyampaikan peran penting IPB. Karena lanjutnya, daerah-daerah yang terkena bencana atau rawan bencana itu sebagian besar daerah pedesaan yang subur untuk pertanian.

"Mungkin IPB secara keseluruhan mulai berpikir lebih jauh, bagaimana masyarakat tetap bisa hidup dengan kondisi dan sektor pertanian yang jadi andalan mereka, mata pencaharian mereka. Di satu sisi tidak membuat mereka rentan terhadap potensi bencana," ujarnya.

Bambang menyebut contoh kasus di Gunung Sinabung. Menurutnya, pada saat ini pun, kondisi di Gunung Sinabung yang erupsinya belum selesai atau masih aktif.

Namun pada saat yang sama masyarakat masih berkeberatan untuk meninggalkan Sinabung karena mata pencaharian di situ.

"Daerah itu begitu subur dan itu menjadi mata pencaharian mereka. Meskipun ada rencana merelokasi karena daerahnya masih tergolong daerah rawan karena bencana, tapi masayarakat bersiakap menolak," katanya.

Hal itu, sebutnya, bukan lagi hanya teori. Karena kasus seperti itu sudah kejadian di berbagai tempat dengan berbagai macam ragam bencana.

"Kita harus mulai berpikir kita bertindak bencana. Tapi tidak kalah penting, apa sesudahnya. Pascabencana, di mana masyarakat harus tetap hidup. Karena tidak mudah memindahkan masyarakat. Ini adalah masalah sosial, sikologis," imbuhnya.

"Saya yakin IPB punya semangat itu dan kemampuan itu dan bisa ditunjukkan bagaimana menjaga keseimbangan produktivitas pertanian dan perekonomian negara kita, ekonomi rakyat itu sendiri," pungkasnya.

Sementara itu, Rektor IPB, Arif Satria, mengatakan, pihaknya punya komitmen kuat untuk terlibat dlam penanganan pascatanggap darurat di Palu dan Donggala. Karena hal serupa juga dilakukan pada kasus Lombok.

"Kita akan masuk ke sana merekonstruksi pertanian, perikanan dan seterusnya. Itu komitmen kami, karen kompetensi kita untuk bisa memulihkan," kata Arief.

Bahkan, menurutnya, bukan saja memulihkan tapi juga sekaligus momentum untuk menata kembali Palu dan Donggala. Termasuk di dalamnya menata persoalan isu agraria.

"Di sini banyak tanah bergeser. Itu isu kepemilikan isu agraria akan muncul luar biasa dahsyat. Ini bisa jadi sumber konflik baru. Oleh karena itu harus diantisipasi. Karena pergeseran itu sudah tidak sesuai gps yang semula ada," kata Arif.

Bahkan untuk itu, Arif menyebutkan sudah dibentuk tim khusus, tim ahli. Bahkan jumlahnya cukup banyak, karena dari 12 fakultas yang ada masing-masing minimal kirim 3 orang. Belum ditambah mahasiswa. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik