Aman Abdurrahman: Yang Menamakan Bom Surabaya sebagai Jihad, Sakit Jiwanya

Haufan Hasyim Salengke
25/5/2018 16:59
Aman Abdurrahman: Yang Menamakan Bom Surabaya sebagai Jihad, Sakit Jiwanya
(ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

TERDAKWA intelektual sejumlah kasus terorisme Aman Abdurrahman menyinggung serangkain kasus teror bom di Surabaya, Jawa Timur, saat ia membacakan nota pembelaan atau pledoi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (25/5).

Aman mengatakan tindakan bom bunuh diri di Surabaya itu tidak mungkin muncul dari orang-orang yang memahami ajaran Islam dan tuntutan jihad dan sehat akalnya.

"Mengenai kejadian (teror bom) di Surabaya yaitu kejadian ibu yang meledakkan diri bersam anaknya itu adalah tindakan yang tidak mungkin mucul dari orang-orang yang memahami ajaran Islam dan tuntunan jihad," ujar Aman.

"Bahkan tidak mungkin dilakukan oleh orang yang sehat akalnya," ia menambahkan.

Begitu juga dengan kejadian seorang ayah yang membonceng anaknya yang meledakkan diri di kantor polisi yang qodarullah si anak ternyata masih hidup itu adalah tindakan keji dengan dalih jihad, menurut Aman.

"Dua kejadian di Surabaya itu saya katakan bahwa orang-orang yang melakukannya atau orang yang merestuinya atau mengajarkannya atau yang menamakannya jidad adalah orang-orang yang sakit jiwanya dan frustasi dengan kehidupan. Islam melepaskan diri dari tindakan semacam itu," ujar Aman.

Dua insiden teror bom yang dimaksud Aman yaitu aksi serangan bom bunuh diri di gereja dan Mapolrestabes Surabaya, Jawa Timur.

Sebelumnya, dalam persidangan Jumat pekan lalu, Aman dituntut hukuman mati oleh JPU. Terdakwa disebut memenuhi seluruh dakwaan yang disusun JPU, yaitu dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer.

Dakwaan kesatu primer yakni Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tindak Pidana Terorisme.

Sementara dakwaan kedua primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tindak Pidana Terorisme.

Aman dalam perkara ini didakwa sebagai aktor intelektual lima kasus teror, yakni Bom Gereja Oikumene di Samarinda pada 2016, Bom Thamrin pada 2016.

Selain itu, terdakwa juga terkait kasus Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua insiden penembakan polisi di Medan, Sumatera Utara, dan Bima, NTB, pada 2017. Aman terancam pidana penjara lebih dari 15 tahun atau hukuman mati.

Dalam tuntutannya JPU menyebut tak ada hal-hal yang meringankan terdakwa. Sebaliknya Aman disebut memiliki enam hal yang memberatkan.

Selain kasus-kasus tersebut, Aman pernah divonis bersalah dalam kasus Bom Cimanggis pada 2010. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Anata
Berita Lainnya