Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Dibebani Tugas Berat, Satpol PP Kota Depok Keluhkan Anggaran

Kisar Rajagukguk
05/4/2018 10:02
Dibebani Tugas Berat, Satpol PP Kota Depok Keluhkan Anggaran
(MI/BARY FATAHILLAH)

SATUAN Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Depok tidak dapat mengeksekusi secara penuh pelanggaran terhadap 62 perda akibat minimnya dana operasional. Pemerintah Kota Depok hanya menyiapkan APBD sebesar Rp7 miliar selama 2018.

Demikian ditegaskan Kepala Satpol PP Kota Depok Yayan Arianto, kemarin. “Kami tidak bisa menegakkan 62 perda karena minim APBD. Kami akan lebih banyak menertibkan pelanggaran ringan. Misalnya, operasi pedagang kaki lima (PKL),“ paparnya.

Yayan mencatat banyak pelanggaran terhadap 62 perda yang seharusnya bisa segera dieksekusi, di antaranya pelanggaran terhadap izin mendirikan bangunan (IMB).

Berdasarkan data Satpol PP Kota Depok, terdapat sekitar 100 ba-ngunan yang tidak memiliki IMB. Banyaknya penghuni bangunan tidak mengurus IMB akan membuat pemerintah merugi. Satpol PP Kota Depok, katanya, telah memetakan renacana pembongkaran. Namun, rencana tersebut masih terkendala.

“Kami memandang bangunan-bangunan itu perlu dibongkar untuk menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan bangun-an itu sendiri terhadap penghuni maupun lingkungan sekitarnya. Selain itu, pendapatan asli daerah bertambah dari retribusi IMB,“ pungkasnya.

Kerugian lainnya, lanjut Yayan, terkait pajak 15 perusahaan fiber optik dan telekomunikasi (FOT) yang juga perlu dieksekusi. Saat ini terdapat 15 perusahaan yang memasang jaringan kabel FOT di udara 11 wilayah kecamatan Kota Depok tanpa izin dan harus ditertibkan.

Selain merugikan PAD, menurut Yayan, menara FOT mengganggu pemandangan dan keindahan kota karena kabel-kabel terpasang melintang di udara. Bukan hanya bangunan perumahan dan FOT, lanjutnya, menara telekomunikasi pemancar gelombang mikrodigital (GMD) maupun untuk base transceiver system (BTS) pemancar seluler juga banyak tak berizin.

Yayan menegaskan menara-menara GMD dan BTS tak berizin berisiko lantaran dibangun di kompleks sekolah. Radiasi dan gelombang frekuensinya sangat mengganggu lingkungan sekolah karena menara tidak sesuai dengan standar baku untuk menjamin keamanan lingkungan.

“Untuk menertibkan semua pelanggaran tersebut membutuhkan biaya besar. Merobohkan satu menara saja butuh anggaran Rp1 miliar atau Rp10 miliar untuk 10 menara. Belum lagi biaya operasional untuk pelanggaran yang tertera di 62 perda,” tutupnya. (KG/J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya