Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Merancang Pesona Sudirman-Thamrin

Nicky Aulia Widadio
07/3/2018 10:20
Merancang Pesona Sudirman-Thamrin
(MI/PIUS ERLANGGA)

BERIRINGAN dengan penataan ulang trotoar Jalan Sudirman-Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, yang ditargetkan bisa selesai sebelum Asian Games pada Agustus 2018, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta pemilik gedung membuka pagar mereka agar menyatu dengan area trotoar.

Sejauh ini belum ada sambutan dari pemilik gedung meski di era Basuki Tjahaja Purnama/Djarot Saiful Hidayat memimpin Jakarta, masalah itu juga sudah pernah dibahas.

Ketika itu, menurut Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Yusmada Faisal, ada 10 dari 150 pengelola gedung di Jalan Sudirman-Jalan Thamrin yang menyatakan setuju membuka pagar pembatas mereka. Di antaranya ialah Wisma Nusantara dan Plaza Indonesia.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan sejumlah poin baru atas perubahan di Jalan Sudirman-Jalan Thamrin. Dibukanya pagar pembatas, menurut dia, bertujuan memperluas ruang budaya dan interaksi warga di trotoar.

Kalaupun mereka menggunakan pembatas, itu sebaiknya berupa tanaman yang tingginya tidak menghalangi pandangan mata. "Jadi, bukan seperti gedung-gedung dengan benteng-benteng di depan. Kita sudah perluas trotoarnya, jangan sampai di ujung kanan-kiri justru gedung-gedung dengan tembok yang besar dan tinggi. Kita ingin membuka suasananya menjadi berbeda," kata Anies di Balai Kota Jakarta, kemarin.

Pemprov DKI akan membicarakan kembali masalah tersebut kepada pemilik gedung. Diperlukan prosedur operasional standar yang harus ditetapkan ketika rencana itu diterapkan. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan ialah soal sistem keamanan gedung-gedung.

Anies juga meminta dibuatkan sarana edukasi infrastruktur. Infrastruktur yang dimaksud ialah masyarakat bisa melihat saluran pipa bawah tanah di beberapa titik yang ditentukan. Pipa bisa dilihat melalui pembatas berupa kaca transparan.

Anies juga menginginkan jalan protokol itu tidak hanya dimeriahkan suara klakson dalam upaya meretas kemacetan, tetapi juga dimeriahkan bunyi musik dari spot budaya.

Sabuk budaya
Spot budaya tersebar di empat titik, antara lain depan Gedung Panin di Jalan Thamrin, depan Landmark Building, Wisma BNI, serta kolong Jembatan Semanggi.

Sabuk budaya merupakan titik serupa amfiteater dengan luas rata-rata 100 hingga 200 meter persegi. Di area ini, masyarakat bisa menyaksikan atraksi seni.

"(Trotoar) harus menjadi ruang ekspresi budaya, baik dari rancangan maupun fasilitasnya. Kita bisa menyaksikan performa budaya. Sudirman-Thamrin tidak hanya dipenuhi bunyi klakson, tapi juga bunyi musik," tutur Anies.

Salah satu arsitek penataan trotoar Sudirman-Thamrin, Achmad Noerzaman, menjelaskan spot budaya tersebut bisa juga dimanfaatkan untuk sarana berkumpul bagi warga. "Kalau enggak ada pertunjukan, warga bisa duduk-duduk. Kita akan buat teduh," paparnya.

Sentuhan budaya juga dipersiapkan dalam konsep trotoar. Pola batik, tenun, anyaman, dan ukiran Nusantara diaplikasikan pada trotoar setiap titik stasiun MRT. Misalnya, pola lantai batik Sumatra di Stasiun Bundaran Senayan dan pola lantai batik Jawa di Stasiun Istora.

Achmad Noerzaman memastikan area trotoar aman bagi pejalan kaki. Ada jalur hijau pemisah (amenities) antara jalan raya dan trotoar selebar 3,5 meter. Jalur hijau itu diisi rumput, tanaman, hingga pohon jika memungkinan.

Lalu, akan ada jalur sepeda selebar 2 meter di atas trotoar. Sifat jalur sepeda itu menyatu dengan area pejalan kaki. Di sisi paling kiri area trotoar, ada jalan pemandu bagi penyandang disabilitas. Di beberapa titik area pejalan kaki juga akan ada area pepohonan. "Setiap 12 meter ada pohon. Jadi, trotoarnya akan teduh bagi pejalan kaki," jelas Achmad. (Ssr/J-2)

[email protected]



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya