Headline
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
DI Jalan Kembang Pacar, Kramat Pulo, Jakarta Pusat, tersohor sebagai Kampung Ondel-ondel. Memasuki kawasan ini, bisa ditemui beragam ondel-ondel. Dari yang hanya kerangkanya atau yang utuh, ukuran mini, normal, dan raksasa ada di sini.
Sepasang ondel-ondel berpakaian warna hijau dan biru menyambut siapa pun yang masuk ke Jalan Kembang Pacar. Sejatinya, ondel-ondel ditampilkan saat acara pernikahan dan sunatan. Sayang, kini mulai bergeser fungsinya. Ondel-ondel juga disewakan untuk mengamen.
“Ondel-ondel itu ikon kebanggan Betawi, bukan alat untuk mengamen di jalanan,” sesal Rojali, warga Johar Baru, Jakarta Pusat, kemarin.
Menurut pria asli Betawi ini, penggunaan ondel-ondel sebagai alat untuk mengamen menurunkan nilai budayanya. Lambat tapi pasti, dia yakin, unsur budayanya hilang. Tergerus nilai ekonomis, karena ondel-ondel dibuat ngamen.
“Kalau denger musik pengiring ondel-ondel, dari jauh kita udah malas aja. Paling-paling ngamen, tidak bertanya siapa yang ngawinin atau nyunatin,” ungkapnya.
Keprihatinan Rojali dianggap arogan oleh Ketua sanggar Irama Betawi, Mulyadi. Menurutnya, sanggar yang didirikan pada 2009 ini merupakan upaya melestarikan budaya Betawi, yakni ondel-ondel. Bentuk pelestarian budaya Betawi tidak hilang dengan memperkenalkannya melalui mengamen.
“Sekarang ekonomi susah, daripada arogan, mending mengamen. Kalau pake ondel-ondel ya tidak apa-apa sekalian melestarikan,” dalihnya.
Mulyadi juga memproduksi ondel-ondel, sepasang dijualnya Rp3 juta-Rp5 juta. Selain itu, dia juga menyewakan sembilan ondel-ondel plus alat musik yang diangkut gerobak. Menyewa sepasang ondel-ondel dihargai Rp100 ribu dan satu ondel-ondel Rp70 ribu, untuk 10 jam.
“Saya ikut aja daripada nganggur,” kata Tomi, 17, salah satu dari pengamen yang menyewa ondel-ondel Mulyadi. Ia mengaku senang menyambung hidup menjadi pengamen ondel-ondel walaupun terkadang harus diusir Satpol PP saat beraksi.
Suasana serupa juga ditemui di Kampung Rawa, Jakarta Pusat. Di sini ada Sanggar Sukma Kencana yang diketuai Yuti. Dia juga biasa ngamen dengan ondel-ondel berkeliling Jakarta.
Saat dikunjungi, terlihat Ridho, 17, salah satu anggota sanggar tengah berlatih alat musik. Ridho mengaku telah bergabung dengan Sanggar Sukma Kencana sejak umur 11 tahun. Ia tidak lagi bersekolah.
Di rumah Yuti, biasanya Ridho berkumpul. Datang sekitar pukul 14.00 WIB, membantu persiapan ondel – ondel. Seusai salat Ashar, mereka berangkat ngamen.
“Dulu suka liat ondel – ondel keliling seneng banget. Saya ikutin, lama–lama ikutan. Di sini kan sambil main musik juga, saya seneng main musik,” kata Ridho, kemarin.
Awalnya Yuti mendirikan sanggar untuk melestarikan kebudayaan Betawi. Lalu seiring berjalannya waktu sanggarnya ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan untuk anak–anak putus sekolah.
Ketimbang mereka berkeliaran tidak jelas dan menimbulkan masalah kriminal. Ia bersyukur mereka selain dapat belajar kesenian Betawi, juga menghasilkan uang untuk membantu keluarganya. (J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved