Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Lenggang Kemayoran Berhenti Melenggang

Yanurisa Ananta
04/1/2018 09:59
Lenggang Kemayoran Berhenti Melenggang
(Warga melintas di antara kios Lenggang Jakarta Kemayoran, Jakarta, Selasa (19/12/2017)---ANTARA/Galih Pradipta)

SAAT diresmikan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov DKI ­Saefullah pada 29 Desember 2016, Lenggang Jakarta ­Kemayoran, Jakarta Pusat, digadang akan menjadi salah satu daya tarik Ibu Kota. Salah satu pertimbangannya sebanyak 18 ribu tamu Asian Games 2018 akan menginap di Kemayoran.

Namun, sebelum Asian Games, lokasi binaan (lokbin) Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta Perdagangan (KUMKMP) di Jalan Garuda dan Kemayoran Gempol, Kemayoran, Jakarta Pusat, itu direncanakan segera berganti fungsi menjadi Gedung Polres Metro Jakarta Pusat.

Direktur Utama Pusat Pengelolaan Kawasan Kemayor­an (PPKK) Dwi Nugroho ­menjelaskan, sejak awal perjanjian kerja sama (PKS) ­dengan Pemprov DKI, ada pada klausul bahwa lahan yang digunakan dengan mekanisme pinjam selama tiga tahun itu bisa saja diminta kembali sewaktu-waktu oleh Setneg.

Dwi juga menuturkan, salah satu alasan tanah ­seluas 1 ­hektare milik Sekretariat Negara (Setneg) itu ­dialihfungsikan ialah pe­ngunjung lokasi itu tidak lagi banyak. Hanya ­kios-kios di bagian depan yang masih tampak beraktivitas.

“Sepi. Kalau datang siang atau pagi, yang ramai itu cuma makanan di bagian depan. Padahal, dari awal kita sudah menata jalanan, dari yang tadinya banyak cuci mobil pinggir jalan dan PKL sudah kami bereskan,” kata Dwi Nugroho, kemarin.

Lenggang Jakarta Kemayor­an semula diharapkan Pemprov DKI akan ramai. Desain kompleksnya dirancang agar terlihat cantik. Pada malam hari, dari luar kompleks itu terlihat lampu-lampu temaram menggantung.

Awalnya, Lenggang Jakarta Kemayoran ditempati sebanyak 98 pedagang kuliner, 10 kuliner ikonis, dan 125 pedagang nonkuliner. Khusus untuk 10 kuliner ikonis, transaksinya harus menggunakan kartu bernama kulineria seharga Rp50 ribu, persis Lenggang Jakarta di Monas.

Namun, harapan itu tidak terwujud. Berdasarkan pantauan Media Indonesia, jelang pukul 16.00 WIB kios-kios tampak tertutup. Padahal, menurut salah satu pemilik kios, biasanya toko buka pada sore dan malam hari.

Hanya sekitar lima kios penjual minuman dan goreng­an di pinggir kompleks yang beroperasi, itu pun kios ­pedagang yang tinggal tak jauh dari lokasi tersebut. Kafe dengan desain kontainer berwarna oranye juga tampak bersiap beroperasi. Namun, sisanya mati.

Kios-kios dengan rolling door yang menjual pakaian dan tas tetap tutup hingga malam berganti pagi. Area parkir Lenggang Jakarta Kemayoran pun terbilang sepi. Hanya ada beberapa motor milik pekerja kafe. Selain itu, satu-dua mobil terparkir di tengah lapangan.

Ditarik iuran
Dwi menjelaskan sepinya peminat pengisi kios Lenggang Jakarta Kemayoran itu disebabkan pedagang mengaku ditarik iuran untuk berjualan di sana.

“Dari awal PKL yang masuk pada komplain kenapa mereka ditarik biaya. Saya tidak tahu-menahu karena kita kasih pinjam tanah Setneg ke Pemprov DKI ini juga gratis,” ungkapnya.

Salah satu pengisi kios ­berinisial S mengaku ia dan kawan-kawan sesama pengisi kios harus membayar Rp10 ribu setiap hari ­kepada ­petugas Dinas KUMKMP yang ber­kantor di kompleks ­tersebut.

“Untuk buka kiosnya, sih, kita tidak dipungut biaya, tapi setiap hari ada petugas Dinas KUMKMP yang ­mungutin Rp10 ribu ke kios-kios buat air, listrik, kebersihan, dan keamanan 24 jam,” aku S ­kepada Media Indonesia.

Pihak pengelola mengaku tidak tahu-menahu soal retribusi semacam itu. Menurut Dwi Nugroho, dalam ­perjanjian, tidak termaktub aturan ­penarikan retribusi apa pun.

“Apa pun bentuk pu­ngutannya kalau berada di atas barang milik negara harus disetorkan ke negara,” tambahnya.

Dwi mengaku telah berbincang dengan Kepala Dinas KUMKMP Irwandi untuk me­ngonfirmasikan masalah tersebut. Namun, menurutnya, Irwandi pun mengaku tidak tahu.

“Jadi, kalau mau diperiksa BPK, akan jadi temuan. Kalau mau periksa PPKK juga monggo, untuk tahu apakah ada oknum PPKK yang terima uang. Kalau tidak ada, ya pemprov saja coba periksa,” tandasnya.

Saat Media Indonesia minta klarifikasi mengenai masalah tersebut melalui pesan singkat dan menghubungi melalui sambungan telepon, Kepala Dinas KUMKMP Irwandi belum merespons.

Lenggang Jakarta Kemayor­an dibangun PT Sosro dengan mekanisme corporate social responsibility (CSR). Namun, menurut Dwi, selama ini tidak ada transparansi perjanjian antara Sosro dan Pemprov DKI.

Lenggang Jakarta Kemayor­an akan segera berhenti ­melenggang. Cita-cita menjadikannya sebagai daya tarik tamu Asian Games pun tinggal mimpi. (J-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya