Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
SELAMA belasan tahun, sejumlah warga di perumahan Sentul City berkonflik dengan pengelola perumahan kelas menengah-atas tersebut. Di tengah ketiadaan solusi atas perseteruan kedua pihak, Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, memenangkan gugatan rekonvensi dari organisasi warga, yakni Komite Warga Sentul City (KWSC) terhadap PT Sentul City Tbk selaku pengelola.
Ironisnya, gugatan hukum awalnya justru dilayangkan PT Sentul City Tbk dan PT Sukaputra Graha Cemerlang selaku pengelola. Pengelola menuding KWSC telah melakukan perbuatan melawan hukum. Sebabnya, sejumlah pengurus KWSC dianggap menghasut warga lainnya dengan memublikasikan surat-surat komunikasi di antara kedua pihak.
Sebagai akibat dari tindakan KWSC, pengelola mengklaim mengalami kerugian materiil Rp3,9 miliar. Angka tersebut didapat dari jumlah tunggakan sebagian warga yang tidak lagi membayarkan tagihan air dan biaya pengelolaan lingkungan hingga Oktober 2016.
Selain itu, pihak pengelola di dalam gugatan turut menuntut ganti kerugian imateriil Rp103 miliar. “Padahal yang dilakukan KWSC adalah edukasi agar warga tahu hak dan kewajibannya,” kata juru bicara KWSC Deni Erliana kepada Media Indonesia, kemarin.
Di tengah proses persidangan pada Februari 2017, KWSC pun melayangkan gugatan rekonvensi. Gugatan rekonvensi ialah gugatan yang diajukan tergugat sebagai balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat. Alhasil, majelis hakim PN Cibinong memutuskan pihak pengelola Sentul City yang justru melakukan perbuatan melawan hukum. Putusan itu dibacakan pada 10 Agustus silam.
Sebagai hukuman, majelis hakim mewajibkan Sentul City membiayai pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas di perumahan, melarang memungut biaya pengelolaan lingkungan, memerintahkan untuk menggunakan tarif air bersih sesuai dengan ketetapan pemerintah daerah, dan mengancam Sentul City dengan denda Rp1 juta per hari jika tidak melaksanakan putusan hakim.
“Kemenangan melawan pengembang ini sangat berarti buat kami bahwa yang kami perjuangkan itu tidak salah,” tambahnya. Meski telah dinyatakan menang, Deni menyebut belum ada perubahan sama sekali dari tata kelola di Sentul City.
Gaung mediasi
Pihak pengelola pun mengajukan banding atas putusan tersebut. Sementara itu, gaung mediasi santer dibicarakan meski kata damai tidak terwujud. “Alasan mereka (tidak melaksanakan putusan hakim) karena keputusan itu belum in kracht (van gewijsde),” ucapnya.
Pihak pengelola, hingga pekan ini, masih menagih biaya pemeliharaan dan perbaikan lingkungan (BPPL) Rp2.000 per meter persegi dan tarif air Rp9.200 per meter kubik.
Selama ini, warga melalui KWSC mengeluhkan tarif dari BPPL yang dipungut kepada warga. Sarana dan prasarana di cluster yang telah dibangun di Sentul City belum diserahkan kepada pemerintah daerah. Warga menilai BPPL semestinya menjadi tanggungan pihak pengelola.
Selain itu, tarif air berskema datar Rp9.200 per meter kubik lebih mahal daripada tarif yang ditetapkan pemerintah. Pemerintah Kabupaten Bogor menetapkan tarif air untuk perumahan mewah Rp4.900 per meter kubik untuk 10 meter kubik pertama, Rp6.100 per meter kubik untuk 10 meter kubik kedua, dan Rp7.300 per meter kubik untuk penggunaan selanjutnya.
Warga juga mempertanyakan izin Sentul City untuk mengelola air bersih.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25/PRT/M/2016 menyatakan tarif air bersih ditetapkan pemerintah, bukan korporasi swasta.
Deni Erliana mengaku tagihan pembayaran BPPL dan air pun disatukan pihak pengelola. Semestinya, tagihan dibedakan. Beberapa tahun belakangan, sejumlah warga tidak berkenan membayar iuran BPPL lantaran merasa tidak menjadi kewajiban mereka.
Tarif air tetap mereka bayarkan, tetapi sesuai tarif yang ditetapkan Pemda. Ketika tagihan disatukan, warga jadi kesulitan memilah besaran antara tarif air dan BPPL.
“Karena enggak bayar air sesuai tagihan penuh, sama pengembang kita dianggap ngutang karena enggak bayar full, makanya jumlah tagihannya besar ada yang sampai puluhan juta,” kata Deni.
Lucia Angelina Liem, misalnya. Tagihan BPPL dan airnya mencapai Rp43 juta. Angka itu termasuk biaya denda yang dikenakan pihak pengelola lantaran Lucia dianggap terlambat membayar. Akibat menunggak, layanan air di tempat Lucia sempat diputus. Namun 5 bulan kemudian dipasang kembali karena Lucia melaporkan SGC dengan tuduhan pencurian dengan pemberatan ke Polres Bogor. (J-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved