Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Undang No 1/2014 tentang Pengelolaan Keuangan. Kalau pemprov tidak bisa, Ditlantas mau cari CSR, infonya," kata Sigit.
Senada, Wakil Ketua Kadin DKI Sarman Situmorang pun menyatakan keberatan jika harus mendanai supeltas.
"Kadin ini kan organisasi dunia usaha yang nirlaba, kalau diminta menggaji pak ogah, dari mana dananya?" ujarnya beberapa waktu lalu.
Dalam menghadapi penolakan, kepolisian menyatakan akan mencari pihak ketiga untuk pendana gaji. Namun, Kasubdit Keamanan dan Keselamatan Ditlantas Polda Metro Jaya AKB Miyanto mengaku hingga kini belum ada pihak ketiga yang menandatangani nota kesepemahaman (MoU). Pun ada, proses penggajian itu tidak melalui polisi.
"Pertanggungjawabannya rawan kalau melalui polisi, langsung kepada supeltas saja. Polisi tidak mau yang berbau uang. Bisa orang per orang atau per kelompok," jelas Miyanto.
Terkait dengan itu, pengamat transportasi Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menilai ide pemberdayaan supeltas merupakan wacana yang tidak jelas dari sisi pertanggungjawaban secara kelembagaan.
"Polisi juga ogah-ogahan (mengaturnya) karena kan tidak jelas pertanggungjawaban secara kelembagaannya. Lembaga apa yang dibangun? apakah mereka menjadi bagian dari pembinaan?" kata Yayat kepada Media Indonesia, kemarin.
Bukan solusi
Agenda pencarian pihak pendana gaji itu dilakukan kepolisian setelah selesai memberikan pelatihan terhadap 500 supeltas. Polisi memunculkan ide menjadikan pak ogah menjadi supeltas sebagai solusi untuk membantu meng-urai kemacetan. "Kalau dapat donatur dari perusahaan, dia (pak ogah) tidak akan ambil duit lagi di masyarakat," ujar Halim.
Namun, Yayat menilai, jika pun supeltas digaji, tidak ada jaminan mereka tidak meminta uang tambahan kepada pengendara kendaraan dalam menjalankan tugas. Selain itu, imbuhnya, pemberlakuan supeltas tidak menjamin masalah kemacetan terselesaikan.
"Lebih bagus dishub yang mengaku kekurangan petugas menambah petugas honorer untuk atur lalu lintas. Ada jaminannya. Kalau kerja dianggap tidak benar, bisa dipecat. Kalau yang ini, siapa yang mengawasi? Orang kalau sudah kenal duit, kerjanya bakal menunggu duit saja," imbuh Yayat.
Dia lebih sepakat jika yang digandeng sebagai petugas sukarelawan ialah organisasi semisal Pramuka atau Saka Bhayangkara.
"Bayangkan kalau mereka (pak ogah) diberi seragam, yang artinya diberi kekuasaan. Seragam punya power sehingga dikhawatirkan kalau tidak ada pengawasan," jelas Yayat. (Ant/J-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved