Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
INDONESIA Police Watch (IPW) menilai perbuatan vigilantisme (main hakim sendiri) berupa pembakaran terhadap seorang pria yang dituduh mencuri amplifier musala di Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tak berdiri sendiri.
Menurut Ketua Presidium IPW Neta S Pane, tentu ada penyebab utama di balik sikap masyarakat yang gampang main hakim itu.
"Itu akibat terjadi krisis kepercayaan terhadap upaya penegakan hukum, masyarakat di kota besar menjadi ringan tangan, main hakim sendiri. Ada sebagian masyarakat yang tidak puas dengan kinerja polisi dalam menyelesaikan kasus hingga akhirnya main hakim sendiri," kata Neta, kemarin (Minggu, 6/8).
Seorang pria berinisial MA dibakar hidup-hidup lantaran diduga mencuri amplifier milik Musala Al-Hidayah di Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Selasa (1/8). Warga yang kadung emosi langsung mengejar dan menangkap MA sampai akhirnya dibakar hingga tewas.
Menurut Neta, peristiwa itu menjadi pekerjaan rumah bagi polri untuk mendapatkan kembali kepercayaan dari masyarakat. Polri harus membuktikan diri bisa bekerja dengan hasil yang bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat.
"Hanya sikap ini yang bisa meyakinkan publik sehingga tidak terjadi lagi aksi main hakim sendiri. Sangat ironis, selama 10 tahun terakhir, aksi main hakim sendiri justru berkembang di kota-kota besar," pungkas Neta. (MTVN/Sru/J-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved