SETELAH membeberkan tambahan anggaran Rp270,8 miliar yang tidak diusulkannya ke RAPBD DKI 2015, Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi juga meng akui tidak tahu soal dana di sektor pendidikan sebesar Rp145,76 miliar untuk pengadaan UPS (uninterruptible power supply) pada 2014. "Biaya pengadaan UPS itu Rp5 miliar untuk setiap sekolah. Karena terjadi di Pemkot Jakarta Barat, saya yang dicecar. Silakan tanya ke kadis pendidikan. Saya siap dipanggil penyidik kepolisian untuk dimintai keterangan," kata Anas di kantornya, kemarin.
Tambahan Rp270,8 miliar yang nyelonong dalam RAPBD 2015, lanjut Anas, antara lain digunakan membeli UPS di 56 kelurahan sebesar Rp236,32 miliar (Media Indonesia, 6/3). Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengungkap dugaan penyelewengan anggaran sebesar Rp12,1 triliun dalam RAPBD 2015. Padahal, anggaran itu tidak pernah dibahas antara Pemprov DKI dan DPRD DKI, termasuk tambahan anggaran Rp270,8 miliar untuk Pemkot Jakarta Barat pada tahun ini. Karena itu, Ahok mencecar Anas dalam rapat mediasi Kamis (5/3) untuk mengklarifi kasi persoalan tersebut.
Anas menjawab bahwa dia kecolongan sehingga melaporkan hal itu kepada Gubernur DKI. Data yang dibeberkan Anas soal dugaan dana siluman di sektor pendidikan itu klop dengan temuan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Fitra menyatakan penggelembungan anggaran terbesar terdapat di Dinas Pendidikan DKI jika dibandingkan dengan dinas lain. Menurut Manajer Advokasi Fitra, Apung Widadi, jumlahnya mencapai Rp5,3 triliun, yang Rp1,9 triliun di antaranya untuk Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan.
"Usulan tidak menyebutkan program itu aspirasi masyarakat, seperti program pencegahan anak putus sekolah. Dewan mengarahkan pada pengadaan barang. UPS itu aspirasi siapa?" ujar Apung. Panggil banggar Saat menanggapi hasil temuan Fitra itu, Kepala Dinas Pendidikan DKI Arie Budhiman menegaskan ia sama sekali tidak tahu-menahu soal dugaan penggelembungan anggaran di sektor pendidikan dalam RAPBD DKI 2015. "Saya tidak pernah mengusulkan dan tidak tahu pula kapan waktunya anggaran sebesar itu dimasukkan ke RAPBD DKI 2015," ungkap Arie. Oleh karena itu, Ahok menegaskan pemprov tidak akan berkompromi dengan DPRD soal mata anggaran yang tidak diketahui oleh dinas terkait.
"Kalau dewan tidak mau, kami susun sendiri dengan nominal seperti APBD 2014 (Rp72,9 triliun). Selama ini fungsi pengawasan DPRD tidak maksimal. Dewan seharusnya kritis terhadap pemborosan eksekutif. Pada 2012-2014 ada barang (dana siluman) tidak ribut. Mereka tidak mengawasi. Kalau kami pakai pergub untuk APBD, kira-kira mereka akan mengawasi setiap dinas atau tidak? Satu baut tidak ada, mereka teriak," tegas Ahok di Balai Kota, kemarin. Di lain pihak, Wakil Ketua DPRD Mochammad Taufik menyatakan pihaknya akan mengikuti aturan Kemendagri. Banggar akan membahas RAPBD dengan pemprov sesuai waktu yang ditentukan. Meski demikian, lanjut Taufi k, hak angket tetap berjalan. Kini, pembentukan tim angket telah selesai dan pada Senin (9/3) akan memanggil banggar sebagai langkah awal menginvestigasi RAPBD 2015 (Rp73,08 triliun).
Tambahan Rp270,8 miliar yang nyelonong dalam RAPBD 2015, lanjut Anas, antara lain digunakan membeli UPS di 56 kelurahan sebesar Rp236,32 miliar (Media Indonesia, 6/3). Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengungkap dugaan penyelewengan anggaran sebesar Rp12,1 triliun dalam RAPBD 2015. Padahal, anggaran itu tidak pernah dibahas antara Pemprov DKI dan DPRD DKI, termasuk tambahan anggaran Rp270,8 miliar untuk Pemkot Jakarta Barat pada tahun ini. Karena itu, Ahok mencecar Anas dalam rapat mediasi Kamis (5/3) untuk mengklarifi kasi persoalan tersebut.
Anas menjawab bahwa dia kecolongan sehingga melaporkan hal itu kepada Gubernur DKI. Data yang dibeberkan Anas soal dugaan dana siluman di sektor pendidikan itu klop dengan temuan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Fitra menyatakan penggelembungan anggaran terbesar terdapat di Dinas Pendidikan DKI jika dibandingkan dengan dinas lain. Menurut Manajer Advokasi Fitra, Apung Widadi, jumlahnya mencapai Rp5,3 triliun, yang Rp1,9 triliun di antaranya untuk Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan.
"Usulan tidak menyebutkan program itu aspirasi masyarakat, seperti program pencegahan anak putus sekolah. Dewan mengarahkan pada pengadaan barang. UPS itu aspirasi siapa?" ujar Apung. Panggil banggar Saat menanggapi hasil temuan Fitra itu, Kepala Dinas Pendidikan DKI Arie Budhiman menegaskan ia sama sekali tidak tahu-menahu soal dugaan penggelembungan anggaran di sektor pendidikan dalam RAPBD DKI 2015. "Saya tidak pernah mengusulkan dan tidak tahu pula kapan waktunya anggaran sebesar itu dimasukkan ke RAPBD DKI 2015," ungkap Arie. Oleh karena itu, Ahok menegaskan pemprov tidak akan berkompromi dengan DPRD soal mata anggaran yang tidak diketahui oleh dinas terkait.
"Kalau dewan tidak mau, kami susun sendiri dengan nominal seperti APBD 2014 (Rp72,9 triliun). Selama ini fungsi pengawasan DPRD tidak maksimal. Dewan seharusnya kritis terhadap pemborosan eksekutif. Pada 2012-2014 ada barang (dana siluman) tidak ribut. Mereka tidak mengawasi. Kalau kami pakai pergub untuk APBD, kira-kira mereka akan mengawasi setiap dinas atau tidak? Satu baut tidak ada, mereka teriak," tegas Ahok di Balai Kota, kemarin. Di lain pihak, Wakil Ketua DPRD Mochammad Taufik menyatakan pihaknya akan mengikuti aturan Kemendagri. Banggar akan membahas RAPBD dengan pemprov sesuai waktu yang ditentukan. Meski demikian, lanjut Taufi k, hak angket tetap berjalan. Kini, pembentukan tim angket telah selesai dan pada Senin (9/3) akan memanggil banggar sebagai langkah awal menginvestigasi RAPBD 2015 (Rp73,08 triliun).