Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
SIAPA yang tidak takut dengan petir? Suara menggelegar disertai kilatan cahaya sebagai pertanda alam akan turun hujan itu ditakuti banyak orang. Ada kepercayaan di masyarakat yang meyakini, petir atau sering disebut geledek atau geluduk ini juga ditakuti roh halus. Para jin, setan, dan sebangsanya bakal tunggang langgang saat ada petir.
Namun, tidak dengan masyarakat Kampung Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sambaran kilat dan bunyi yang memekakkan telinga itu sudah menjadi santapan sehari-hari. Bahkan, luka bakar akibat sambaran petir hanya diberi obat merah layaknya luka biasa.
Mantan Lurah Kampung Petir Omang Rohmana menuturkan banyak rumah dan pepohonan di sana rusak tersambar petir. Hal itu saking tingginya intensitas petir di sana.
“Kilat petir banyak yang merusak rumah dan tanaman di sini. Kemarin saja ada warga yang kesambar petir kakinya jadi gosong. Padahal waktu itu dia sedang duduk di teras rumahnya,” kenangnya, membuka perbincangan dengan Media Indonesia, akhir pekan lalu.
Intensitas petir yang cukup besar itulah yang menyebabkan banyak masyarakat pendatang kabur meninggalkan kampung itu. Khususnya saat mengetahui ‘bobot’ petir di kampung itu. Omang sempat mengisahkan mengenai seorang warga Ibu Kota yang berniat membeli tanah beberapa waktu lalu, tapi akhirnya batal dan kabur seusai mendengar bunyi petir dan menyaksikan sambaran kilatnya.
“Hahaha. Waktu itu orang yang mau membeli tanah. Padahal sudah setuju tinggal pembayaran. Waktu dia datang terakhir, dia dengar geluduk gede banget. Dia langsung kabur dan teriak minta ampun,” tuturnya mengisahkan
Meski begitu, lanjut pria 60 tahun itu, warganya tidak ada yang menggunakan penangkal petir. Mereka mengantisipasi dengan tidak keluar rumah saat hujan dan menjauhi tanah lapang serta pohon tinggi.
“Warga tidak ada yang memasang antipetir itu karena harganya mahal. Jadi mereka hanya menghindari aktivitas di luar rumah bahkan memakai payung pun tidak jadi, terpaksa kehujanan,” jelasnya.
Menurut salah satu warga, Bambang Sumatri, 48, alasan warga tidak memasang penangkal petir di setiap rumah lebih disebabkan faktor ekonomi. Biaya untuk membeli tombak tembaga hingga pemasangan mencapai minimal Rp5 juta. Jumlah yang besar bagi warga kampung seluas 44,825 hektare dan dihuni sekitar 13 ribu warga itu. Mayoritas warga bekerja sebagai pedagang dan bertani.
“Itu harga yang paling murah. Untuk membeli tombak antipetirnya saja harus tembaga, lalu pemasangan sampai ke bawah tanah dihitung per meter. Biaya itu belum untuk menggali tanah sampai ketemu air tempat akhirnya, sedangkan di sini tanahnya tinggi,” jelasnya
Sehari ratusan petir
Menurut pengamat meteorologi dan geofisika muda BMG Bogor, Ary Setyoko, petir yang banyak terjadi di kampung tersebut merupakan petir jenis cloud to ground (petir dari awan ke tanah).
Bogor merupakan kota hujan dan petir dengan intensitas terbanyak di dunia. Tak mengherankan jika di kota yang terkenal dengan kebun rayanya ini sering ada korban jiwa dan materi akibat petir.
“Tingkat frekuensi petir di sini memang tinggi. Tapi untuk tingkat paling tinggi petir ada di mana, kami masih melakukan penelitian di kampung Petir. Kebanyakan petir jenis cloud to ground di sana,” paparnya.
Menurut Ary, ada tiga jenis petir, yaitu cloud to cloud (petir dari awan ke awan), cloud to ground (petir dari awan ke tanah), dan intercloud (petir di dalam awan). Ketiganya banyak terjadi di semua kawasan Bogor tanpa terkecuali.
“Dalam sehari petir bisa terjadi hingga ratusan sampai ribuan kali. Jumlahnya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan di daerah lain yang hanya mencapai belasan atau puluhan kali,” terangnya
Petir, lanjut Ary, akan semakin sering terjadi pada masa peralihan musim hujan ke kemarau dan sebaliknya.
Hingga kini, BMKG Bogor belum melakukan sosialisasi terkait dengan pencegahan dari sambaran petir. Ary hanya meminta warga untuk menggunakan perangkat listrik khusus untuk meredam petir pada perangkat listrik rumah tangga.
“Mengenai imbauan atau sosialisasi, itu belum ada. Tapi untuk antisipasi, kami sarankan masyarakat menggunakan arrester listrik untuk meredam petir. Jadi dia sifatnya menahan petir menjalar ke perangkat listrik di rumah,” tandasnya. (J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved