Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
LUMUT yang mengering tampak di sejumlah tiang beton penyangga jalan layang pada proyek pembangunan stasiun moda raya terpadu (MRT) di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Di beberapa bagian atas tiang terlihat pula coretan-coretan berwarna kuning.
Tidak hanya itu, berbagai material bangunan seperti tumpukan besi dan perancah yang sudah dirakit sedemikian rupa mulai terlihat berkarat. Sementara itu, terpal penutup beberapa bagian bangunan pun sudah banyak yang robek dan lusuh.
Hampir dua bulan pembangunan stasiun MRT di kawasan tersebut terhenti. Menjelang Lebaran, hanya tampak beberapa petugas proyek mengenakan rompi dan helm khusus bertugas memeriksa trek kereta yang sudah terpasang sebelumnya. Selebihnya, tidak ada aktivitas pengerjaan proyek seperti biasanya.
“Untuk di bagian ini kami belum ada perintah untuk kerjakan lagi,” ujar salah satu pekerja di titik pengerjaan Stasiun Haji Nawi yang enggan menyebutkan namanya kepada Media Indonesia.
Untuk sementara waktu, hanya pekerjaan ringan seperti memperbaiki pagar pembatas proyek yang menjadi tanggung jawab mereka. Pihak kontraktor memerintahkan mereka menunggu instruksi selanjutnya.
“Kalau seng pembatas jalan bergeser karena terdorong angin atau tersenggol kendaraan yang melintas, kami benarkan. Namun, tidak ada pengerjaan baru,” lanjutnya.
Saat ini proyek MRT koridor selatan-utara yang menghubungkan Lebak Bulus hingga Bundaran HI itu memang masih terkendala pembebasan lahan.
Ada 26 bidang dengan luas 1.489 meter persegi yang harus menempuh proses konsinyasi di pengadilan. Hal itu disebabkan pemilik 26 bidang menolak harga yang diajukan pemerintah dalam proses pembebasan lahan.
Proses konsinyasi telah berjalan sejak tahun lalu. Anggarannya bersumber dari Dinas Bina Marga pada APBD 2016.
Dari total bidang lahan tersebut, ada empat bidang yang kini masih beperkara. Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi menyebut bidang yang dimiliki empat penggugat itu justru berada di titik paling vital, yaitu di lokasi Stasiun Haji Nawi.
Hingga kini, kontraktor menunda pengerjaan di titik tersebut karena gugatan itu baru akan disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Harus tunggu keputusan pengadilan dulu baru bisa dilanjutkan,” ujarnya.
Sekretaris PT MRT Jakarta Tubagus Hikmatullah mengungkapkan, selain menunggu keputusan pengadilan, pihaknya pun terus berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta.
“Koordinasi dengan pemerintah terus berjalan. Karena yang punya anggaran kan pemerintah, jadi kebijakan akhir ada di tangan pemerintah,” ujar Hikmat.
Solusi lain
PT MRT Jakarta menilai harga Rp23 juta per bidang yang diberikan Pemprov DKI Jakarta untuk pembebasan lahan itu sudah sesuai. Namun, empat pemilik tanah tersebut menolak angka itu. Mereka melayangkan gugatan karena ingin harga itu dinaikkan.
“Mereka minta per bidangnya bahkan per meter dengan harga Rp150 juta,” ungkap Hikmat.
Wali Kota Jakarta Selatan menyatakan pemerintah tidak bisa menentukan harga di atas nilai wajar yang sudah ditetapkan. Jika hal itu dilakukan, ujarnya, pemerintah sudah melakukan pelanggaran atas anggaran negara.
“Tidak bisa langsung menetapkan anggaran di atas nilai itu. Bahaya itu, bisa menimbulkan penyimpangan,” tandas Tri.
Dia mengaku pemerintah tengah mengupayakan jalan lain untuk mempercepat proses pembebasan lahan agar pengerjaan proyek MRT tidak terkendala.
Upaya tersebut dilakukan melalui pencabutan hak kepemilikan tanah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Maksud saya Dinas Bina Marga bisa mengirimkan surat ke BPN untuk pencabutan hak milik agar pengambilalihan bisa cepat dilakukan,” terangnya.
Kepala Dinas Bina Marga Yusmada Faizal mengatakan proses hukum gugatan atas empat bidang tanah yang berlangsung saat ini tidak memengaruhi pengerjaan proyek MRT.
“Yang bermasalah itu hanya di sana (Fatmawati). Akan tetapi, pengerjaan MRT itu bukan hanya stasiun,” terang Yusmada.
Menurutnya, Dinas Bina Marga terus berupaya agar pengerjaan bisa berjalan lancar sehingga target penyelesaian pada 1 Maret 2019 tetap bisa tercapai. “Sambil menyelesaikan persoalan tanah untuk stasiun, pengerjaan MRT terus dikebut di bagian lain,” imbuhnya.
Dari rangkaian panjang proses konsinyasi di pengadilan yang sudah dilakukan, menurutnya, kini Dinas Bina Marga mulai menempuh langkah baru. Surat permohonan khusus yang ditujukan kepada BPN DKI Jakarta, ujarnya, telah terbit.
“Itu surat permohonan untuk pemutusan hubungan hukum antara pemilik tanah dan objek tanah. Selanjutnya BPN yang menetapkan keputusan,” paparnya. (J-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved