Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
LANGKAH diplomasi pemerintah RI dinilai kurang gigih untuk merebut perhatian dunia internasional maupun kawasan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritik bentuk politik luar negeri RI yang dinilai tidak tampak sejalan dengan rencana besar pemerintahan Jokowi-JK untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
“Saya justru melihat diplomasi kita hanya sekadar diplomasi biasa saja, tidak ada suatu warna khas di sana yang membuat kawasan dan dunia internasional menaruh perhatian pada Indonesia,” ujar anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP Andreas Pareira saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi di kompleks parlemen, Senayan, Selasa (14/2).
Menurutnya, ide pemerintah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia sebenarnya bisa menjadi politik luar negeri yang hebat jika digarap secara serius oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI.
“Soalnya sekarang, gagasan poros maritim dunia itu tidak tampak dalam politik luar negeri kita. Memang ide ini lintas sektoral, tetapi Kemenlu juga bisa ambil peran strategis di dalamnya sebagai inisiator atau bahkan leading sector,” jelas Andreas.
Dia pun melihat belum ada langkah strategis yang dilakukan pemerintah untuk menerjemahkan gagasan ini dalam konteks politik luar negeri Indonesia. “Padahal kalau (langkah strategis) ini benar-benar dijalankan, posisi Indonesia bisa sangat diperhitungkan baik secara global maupun di kawasan,” tukasnya.
Menanggapi hal tersebut, Menlu Retno mengatakan Indonesia justru tengah mengambil peran strategis dengan posisinya sebagai ketua organisasi negara-negara pesisir yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, yakni Indian Ocean Rim Association (IORA). Organisasi yang didirikan pada 1997 dan 21 negara itu akan akan menggelar KTT pada Maret 2017.
“Ini tentu kesempatan baik bagi Indonesia untuk menerapkan gagasan kemaritiman tersebut. Terutama dalam KTT nanti kami sudah sepakat akan mengeluarkan semacam plan of action bersama sebagai organisasi IORA,” jelas Retno. Stabilitas dan perdamaian di Samudra Hindia, kerja sama ekonomi, serta interaksi sosial dan budaya akan diangkat dalam KTT tersebut.
Dalam perkembangannya, menurut Retno, IORA bisa digunakan sebagai platform untuk memperjuangkan kekuatan maritim dalam kerja sama dengan negara-negara IORA. Dia mengatakan, Indonesia sebagai Ketua IORA periode 2015-2017 bisa berbagi pengalaman bagaimana meningkatkan ekonomi melalui pengelolaan laut dengan menggunakan kearifan lokal. “Kita akan coba bicarakan soal blue economy dan mencegah illegal fishing,” ucap Retno.
Retno pun menyampaikan Indonesia telah unjuk gigi dalam konteks global, di antaranya dalam upaya pemberantasan terorisme bersama komunitas internasional. Indonesia pun masih menjadi negara penyumbang utama untuk sembilan misi perdamaian PBB di dunia, termasuk perjuangan kemerdekaan Palestina.
Perlindungan WNI
Dalam RDP tersebut, Retno juga menjelaskan upaya-upaya yang masih akan dilakukan pemerintah tahun ini terkait dengan diplomasi dalam upaya perlindungan WNI.
Kemenlu, menurutnya, tengah memperkuat sistem perlindungan melalui sistem informasi di setiap perwakilan RI di luar negeri yang memudahkan WNI mendapatkan perlindungan.
Dalam catatan Kemenlu pada 2016 terdapat 11 ribu kasus WNI bermasalah. Dari jumlah itu, Kemenlu berhasil memberi perlindungan terhadap 399 korban perdagangan orang dan memulangkan 41 ribu WNI dengan yang menghadapi masalah lainnya. (I-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved