Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Kebijakan Kontroversial AS Dinilai Rusak Pemberantasan Terorisme

Haufan Hasyim Salengke
29/1/2017 22:19
Kebijakan Kontroversial AS Dinilai Rusak Pemberantasan Terorisme
(AFP/G Morty Ortega)

KEBIJAKAN diskriminatif Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menghentikan program pengungsi secara keseluruhan dan memberlakukan larangan perjalanan bagi warga dari sejumlah negara muslim banyak menuai kecaman dan dinilai membahayakan upaya pemberantasan korupsi.

Seperti dilansir BBC, Presiden Donald Trump, Jumat (27/1), meneken perintah eksekutif menghentikan seluruh program pengungsi AS dan juga menetapkan larangan perjalanan 90 hari untuk warga dari tujuah negara muslim, yakni Iran, Irak, Libia, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman.

Presiden Iran Hassan Rouhani mengutuk kebijakan Trump dan menyebutnya sebagai hadiah besar bagi teroris atau ekstremis. Sebagai pembalasan, Iran, Sabtu (28/1), mengumumkan larangan bagi warga AS memasuki 'Negeri para Mullah'.

"Pembatasan perjalanan bagi muslim ke Amerika... merupakan penghinaan terbuka terhadap dunia Islam dan bangsa Iran pada khususnya dan akan dikenal sebagai hadiah yang besar untuk ekstremis," ujar Rouhani dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Iran.

Meski tidak termasuk dalam negara yang ditargetkan Trump, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyatakan sangat menyesalkan keputusan eksekutif Trump tersebut.

Juru bicara Kemenlu, Arrmanatha Nasir, menyebut perintah eksekutif bernada kontroversial dan diskriminatif itu bisa menjadi batu sandungan dalam kerja sama global memberantas terorisme.

"Meskipun kebijakan itu adalah otoritas AS, Indonesia sangat menyayangkan hal itu karena kami percaya itu akan memengaruhi perang global melawan terorisme dan manajemen pengungsi," kata Arrmanatha.

"Suatu hal yang salah menghubungkan radikalisme dan terorisme dengan satu agama tertentu," ujarnya.

Pengajar ilmu hubungan internasional pada Universitas Indonesia (UI), Evi Fitriani, yang sangat menyanyangkan langkah Trump, menyatakan perintah eksekutif tersebut melanggar dan tidak menaati norma-norma hubungan internasional yang beradab dan saling menghormati.

"Kebijakan Trump itu diskriminatif dan memperlakukan warga negara lain berdasarkan agama dan itu tidak segaris dengan norma hubungan internasional yang beradab," katanya.

Evi menggarisbawahi kebijakan Trump itu bisa merusak upaya atau kerja sama pemberantasan terorisme karena AS mencari jalan sendiri.

"Kita kan lagi berjuang bersama-sama mengatasi terorisme, mengatasi Islamic State (IS), kita memerlukan kerja sama internasional yang kuat. Namun, kedatangan Trump dengan kebijakan-kebijakannya yang tidak bersahabat tadi makin merusak upaya-upaya tersebut," ujarnya.

Selain itu, tambah Evi, musuh negara-negar muslim bisa jadi bukan IS saja. AS bisa jadi dianggap ‘ancaman’ karena Washington tidak membangun kebijakan bersahabat terhadap negara muslim.

"Bagi AS ini seharusnya berbahaya karena negara muslim yang moderat seperti Indonesia yang sepatutnya bisa menjadi teman dan mitra AS dalam mengatasi ancaman terorisme dianggap bukan mitra. Itu membuat kita sulit bekerja sama dan merugikan AS sendiri dan kita juga sebetulnya," tandasnya.

Kedutaan Besar Indonesia di Washington, AS, telah mengeluarkan imbauan yang menyarankan WNI yang bermukim di 'Negeri Paman Sam' untuk tetap waspada dan memahami hak-hak mereka dari American Civil Liberties Union.

WNI juga disarankan untuk mencermati lingkungan sekitar, menghormati hukum setempat, dan menghubungi konsulat terdekat jika sesuatu terjadi. (AFP/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya