Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Kebangkitan Populisme Eropa Perlu Diwaspadai

Haufan Hasyim Salengke
23/1/2017 05:00
Kebangkitan Populisme Eropa Perlu Diwaspadai
(AFP / PATRIK STOLLARZ)

RANGKAIAN pemilihan umum penuh risiko di Eropa tahun ini diprediksi meniupkan angin perubahan di seluruh kawasan.

Calon kuat Presiden Prancis Marine Le Pen, dalam pertemuan tokoh sayap kanan populis Eropa di Jerman, mengatakan masyarakat Eropa akan bangkit dalam populisme dan menolak status quo.

Pemimpin partai sayap kanan National Front itu menyatakan semangat populisme yang terbangkitkan oleh Brexit dan kemenangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan segera diikuti Prancis, Jerman, dan Belanda.

"Tahun 2016 tahun dunia Anglo-Saxon bangkit. Pada 2017, saya yakin, masyarakat Eropa akan bangkit. Kita tidak lagi mempertanyakan bilamana, tapi kapan," ujarnya kepada sekitar 800 orang di gedung pertemuan di Kota Koblenz, Sungai Rhine, Sabtu (21/1) waktu setempat.

Dalam acara yang dirancang sebagai pertemuan-kontra Eropa itu, Le Pen berpidato untuk mengkritik masalah migrasi, mata uang euro, dan perbatasan.

Dia juga mengatakan peserta pertemuan Koblenz berbagi kesamaan tujuan dan komitmen untuk membebaskan diri dari tirani Brussels dan menjadi 'bangsa-banga Eropa', Eropa yang merdeka'.

Pertemuan Koblenz dihadiri Frauke Petry dari partai antimigran Alternatif untuk Jerman (AFD), Geert Wilders dari partai anti-Islam Belanda Freedom Party, Sekretaris Jenderal Partai Kebebasan Austria Harald Vilimsky, dan Matteo Salvini dari partai anti-Uni Eropa Liga Utara Italia.

Dalam pertemuan yang hanya berselang sehari setelah pelantikan Trump itu, para populis tidak merahasiakan kekaguman mereka pada sang miliarder.

Mereka berharap bisa menggoyang lanskap politik dengan memanfaatkan gelombang kemarahan terhadap kemapanan dan kecemasan atas migrasi.

"Kemarin, Amerika yang baru, hari ini Koblenz, dan besok Eropa yang baru. Kita ialah awal gerakan patriotik musim semi di Eropa," ujar Wilders, anggota parlemen Belanda yang diperkirakan menang dalam pemilihan parlemen pada Maret.

Kongres Koblenz, yang baru pertama diselenggarakan itu, digagas kelompok politik Europe of Nations and Freedom (ENF) Parlemen Eropa. Kelompok yang didirikan Le Pen pada 2015 itu menyatukan 40 anggota parlemen dari sembilan negara anggota.

Seperti Hitler

Pemimpin umat Katolik sedunia Paus Francis memperingatkan dunia untuk menentang populisme.

Dia mengatakan populisme bisa berujung pada terpilihnya 'juru selamat' seperti Adolf Hitler.

"Tentu saja krisis-krisis memprovokasi ketakutan dan kekhawatiran," ujar Paus.

Dalam sebuah wawancara 1 jam dengan surat kabar Spanyol El Pais tepat ketika Trump sedang dilantik, Paus mengecam ide membangun dinding dan kawat berduri untuk mencegah orang asing atau migran.

Baginya contoh populisme dalam konteks Eropa ialah Jerman era 1933.

Jerman pada waktu itu, kata Paus, juga ingin melindungi diri dengan dinding dan kawat berduri sehingga tidak ada yang dapat 'mengambil' identitas mereka.

"Kasus Jerman itu klasik. Mereka mendeformasi identitas dan kita tau apa hasilnya kemudian. Hitler tidak mencuri kekuasaan. Dia dipilih rakyat dan kemudian dia menghancurkan rakyatnya," papar Paus.

Namun, menyoal Trump, Paus menegaskan masih terlalu dini untuk memberikan penilaian.

"Mari kita lihat apa yang akan ia lakukan dan kemudian kita akan mengevaluasinya," tandasnya. (AFP/I-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya