Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sama-sama menyebut penembakan dubes Rusia sebagai aksi provokasi.
Penembakan Duta Besar Rusia untuk Turki Andrei Karlov, Senin (19/12), menjadi ujian lain dalam krisis hubungan Turki-Rusia pascape-nembakan pesawat tempur Rusia di Suriah tahun lalu.
Pemimpin kedua negara menegaskan penembakan itu tidak akan menggagalkan hubungan Moskow-Ankara yang belakangan menghangat.
"Kami sama-sama memahami dengan Putin bahwa kerja sama kami dengan Rusia terutama dalam hal Suriah tidak akan terhambat oleh serangan ini," demikian diungkapkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Istanbul, Senin seusai membahas pembunuhan Karlov dengan Presiden Rusia Vladimir Putin melalui sambungan telepon.
Karlov ditembak saat tengah menghadiri pameran foto bertajuk Rusia di Mata Turki di Ankara oleh seorang polisi Turki bernama Mevlut Mert Altintas. Penembakan itu mengguncang hubungan Turki-Rusia yang berbeda pandangan dalam hal konflik Suriah yang telah berlangsung hampir enam tahun.
Dalam percakapan telepon tersebut, Putin dan Erdogan sama-sama menyebut penembakan tersebut sebagai aksi provokasi. Mereka mengatakan aksi itu bertujuan menyabotase normalisasi hubungan kedua negara sejak penembakan jet tempur Rusia oleh Turki di Suriah pada November 2015.
"Kami sepakat bahwa serangan ini merupakan provokasi terbuka terhadap hubungan Turki-Rusia. Kami tidak akan membiarkan hubungan kami dengan Rusia dihancurkan pembunuhan," tegas Erdogan.
Erdogan mengatakan pembunuh telah membayar mahal aksinya dengan ditembak mati pasukan khusus Turki dalam baku tembak setelah insiden tersebut.
Di lain pihak, Putin juga mengatakan pembunuhan Karlov dirancang untuk merusak upaya menemukan penyelesaian konflik di Suriah yang saat ini dipelopori kedua negara.
Teroris radikal
Video penembakan Dubes Karlov yang beredar di lini massa menunjukkan sang duta besar yang tengah berpidato langsung tersungkur ke lantai setelah ditembak dari belakang. Sebelum memuntahkan peluru dari pistol semiotomatisnya, Altintas yang berpenampilan rapi dengan se-telan jas hitam sempat meneriakkan slogan mengenai anak-anak yang terbunuh di Aleppo karena ulah Rusia di Suriah dan dunia Arab.
Kantor berita propemerintah Daily Sabah mengatakan Altintas, 22, yang saat itu bersenjata, mengakses ruang pemeran menggunakan kartu identitas (ID) polisi. Detektor logam pemeriksaan keamanan berbunyi ketika pelaku memasuki pameran karena ia membawa pistol. Namun, setelah Altintas menunjukkan ID polisinya, petugas mengisyaratkan persetujuan dan mengizinkan ia masuk.
Presiden terpilih AS Donald Trump mengutuk pembunuhan tersebut dengan menyebut pelaku sebagai seorang 'teroris radikal'. Ia menyatakan pembunuhan seorang duta besar merupakan pelanggaran terhadap segala bentuk peraturan masyarakat beradab.
"Hari ini kami menyampaikan belasungkawa kami kepada keluarga Duta Besar Rusia untuk Turki Andrei Karlov, yang dibunuh teroris radikal Islam," demikian pernyataan resmi Trump di Twitter.
Trump meminta dunia untuk 'mengubah pola pikir' setelah terjadinya tiga peristiwa besar di Turki, Jerman, dan Swiss.
"Hari ini terjadi serangan teror di Turki, Swiss, dan Jerman, dan ini akan bertambah buruk. Masyarakat dunia yang beradab harus mengubah pola pikir!" kicau politikus Partai Republik itu di akun Twitter. (AFP/Hym/I-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved