Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
MASIH membekas dalam ingatan Amerika Serikat (AS) serangan dahsyat 353 armada laut Jepang ke Pearl Harbor, 75 tahun silam. Serangan yang memicu peran langsung AS dalam Perang Dunia II itu menempatkan Jepang sebagai salah satu pemimpin kekuatan militer di dunia. Setelah Perang Dunia II, konstitusi Amerika Serikat pun dengan tegas membatasi kekuatan militer Jepang hanya tujuan defensif. Namun, para ahli mengatakan pembatasan tersebut malah membantu militer Jepang lebih kuat, bahkan mungkin bisa meluncurkan serangan lebih kuat daripada serangan Pearl Harbor pada 7 Desember 1941. Jepang hanya perlu fokus pada kekuatan defensif tanpa perlu menghabiskan uang untuk kekuatan ofensif.
"Pilot mereka, kapal mereka, Jepang bisa ditandingkan dengan siapa pun," kata profesor sejarah militer di Komando Angkatan Darat AS dan Sekolah Tinggi Staf Jenderal, John T Kuehn. Hebatnya lagi, kemajuan dalam militer Jepang hanya berasal dari anggaran yang minim karena mereka fokus pada pertahanan ketimbang penyerangan. Contoh utama kekuatan kapal selam Jepang. Analis Keamanan Jepang di Freie University, Berlin, Corey Wallace, menyebutkan sejak 1950-an pemerintah Jepang dengan hati-hati berinvestasi dalam penyempurnaan program kapal selam, baik teknologi maupun proses pengadaannya. Tak seperti kapal selam AS yang membawa rudal untuk menyerang target darat, Jepang dengan ketat memusatkan perhatian mereka pada laut demi menekan biaya dan kompleksitas.
Pembangunan militer Jepang terjadi ketika ada perubahan dinamika keamanan di kawasan, apalagi dengan terpilihnya presiden baru AS yang terlihat siap untuk membalikkan pedoman diplomatik dan merancang ulang peta geopolitik. Bagi Kuehn dan para analis, Angkatan Pertahanan Laut Jepang menjadi perhatian karena termasuk di lima angkatan laut terbaik di dunia pada 2016. "Angkatan Laut (Jepang) dalam aliansi dengan Angkatan Laut Amerika Serikat menjadi kombinasi yang unggul," kata Kuehn. Editor blog Japan Security Watch dan kontributor US Naval Institute News, Kyle Mizokami, mengatakan aliansi Jepang dan AS menjadikan mereka sebagai kekuatan yang hebat pada 2016. "Mereka kekuatan militer dunia yang paling akrab saat ini. Mereka bahkan lebih akrab daripada AS dengan Inggris,” ujarnya.
Para ahli pun melihat kekuatan militer Jepang didukung budaya korporasi modern mereka yang kuat. "Menjadi satu tim menjadi hal natural di Jepang," kata Kuehn. Ketika di Amerika Serikat atau negara-negara lain rakyat didorong untuk berdiri dalam mental 'top gun', di Jepang budaya kerja tim dalam korporasi berkontribusi dalam militer mereka. Jepang juga dapat mengambil hasil kerja terbaik negara-negara lain dan meningkatkannya ke level lebih baik. Tak mengherankan jika sistem persenjataan, seperti F-35 Joint Strike Fighter, yang dikembangkan di AS tapi akhirnya akan diproduksi Jepang itu, nantinya menjadi lebih sukses di negara itu daripada di AS.
Kuehn menilai militer Jepang itu tak ubahnya korporasi-korporasi kenamaan Jepang seperti Toyota atau Mitsubishi, mengembangkan produksi, pemeliharaan, dan praktik taktis yang meningkatkan keandalan dan mempertahankan ketersediaan F-35 Jepang untuk dipakai dalam misi ketimbang jenis F-35 dari AS. Militer Jepang terkenal dapat beroperasi jauh dari garis pantai dengan kemampuan memindahkan pasukan dan perangkat keras ke seluruh dunia. Itu terbukti dengan peran mereka dalam perdamaian PBB. Lebih dari 300 tentara Jepang sekarang ditempatkan di perang sipil etnik di Sudan Selatan sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB.
Dengan kekuatan itu, tidak dapat diprediksi bilamana tentara Jepang memutuskan mereka perlu menggunakan kekuatan mereka. Mizokami menatakan sepertinya mereka tidak akan ‘menarik pelatuk’ dalam waktu dekat. "Mereka akan membela diri mereka, tapi tidak akan memulai menyerang. Tidak ada komandan Jepang yang mau jadi yang pertama dalam 70 tahun untuk memulai serangan," tegasnya.
Kekuatan yang mengancam
"Pilot terlatih dan pekerja keras terbang dengan semangat pesawat dari perusahaan dan generasi ke empat-ke lima terbaru. Ini bukan kabar baik untuk (mungkin lawan seperti) Rusia dan Tiongkok," kata Kuehn. Selain persenjataan udara dan angkatan laut yang kuat, Jepang mengambil langkah untuk meningkatkan posisi mereka di daerah lain. Dalam sejarah, Jepang terkenal dengan operasi amfibi ketika menyerbu daratan dan menaklukkan pulau-pulau di Pasifik beberapa bulan setelah serangan ke Pearl Harbor.
Kini hampir setiap hari Jepang mengadakan latihan militer bersama baik di udara, darat, maupun laut. Pada November lalu Jepang menyelesaikan latihan skala besar dengan pasukan AS di Persemakmuran Kepulauan Mariana Utara dan pada minggu lalu Angkatan Darat Pertahanan Jepang dengan pasukan AS melakukan latihan bilateral Yama Sakura 71. Menurut Komandan Umum III Brigade Ekspedisi Marinir (MEB) AS, Brigadir Jenderal John Jansen, mereka berlatih serangkaian operasi kontingensi fiksi, terutama kemampuan amfibi, demi meningkatkan kesiapan dan respons kerja sama dalam menghadapi krisis.
Letjen Japan Ground Self-Defense Force, Panglima Divisi 8, Takashi Motomatsu, mengakui hubungan militer dengan AS sangat penting untuk keamanan nasional Jepang. Pendaratan amfibi itu dinilai sebagai langkah dalam menghadapi apa yang dianggap Jepang sebagai isu keamanan terbesar, yakni sengketa di Laut China Timur. Jepang dan Tiongkok saling mengklaim pulau yang dikenal sebagai Kepulauan Senkakus bagi Jepang, atau Diaoyus bagi Tiongkok. Pada 2012, Tiongkok mengklaim pulau-pulau kecil yang sudah diakui Tokyo dengan kepemilikan publik. "Ini mengejutkan Jepang. Bagaimana Tiongkok membiarkan hubungan mereka memburuk hanya untuk memaksakan klaim terhadap sejumlah pulau kecil," tutur Mizokami.
"Mereka akhirnya mengembangkan infantri kelautan seperti Korps Marinir AS, tetapi hanya karena mereka memiliki beberapa pulau di wilayah sengketa dengan Tiongkok, dan memulai langkah untuk mengambil alih kembali pulau-pulau itu dalam invasi," kata Mizokami. Kini Tiongkok telah mendirikan instalasi militer di pulau-pulau sengketa Laut China Selatan sehingga pasukan Jepang tidak mendapat tempat. Menteri Pertahanan Jepang, Tomomi Inada, pada September lalu mengatakan akan meningkatkan kegiatan di sana dengan patroli dan latihan bersama AS dan angkatan laut lainnya.
Kejadian itu menjadi ujian dasar aliansi kekuatan militer Jepang-AS. Namun, Presiden terpilih AS Donald Trump dan timnya memiliki cara lain untuk menimbulkan amarah Tiongkok, yakni lewat Taiwan. Gesekan baru itu akan menarik Jepang untuk mendukung sekutu mereka. Jepang tetap harus berhati-hati dan tidak melampaui batas dalam mengembangkan kekuatan militer demi melindungi rumah mereka. (CNN/US Marines Corps/I-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved