PBB Voting Resolusi Aleppo

PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa (PBB) bakal menggelar pemungutan suara untuk meloloskan sebuah draf resolusi yang menuntut gencatan senjata dan dibukanya akses bantuan kemanusiaan di Suriah.

Keputusan pemungutan suara muncul setelah Dewan Keamanan PBB gagal menemukan solusi untuk mengakhiri kekerasan di Aleppo, Suriah.

Kendati tidak mengikat, dalam draf resolusi yang disusun Kanada tersebut, PBB menyerukan penghentian pengepungan dan serangan kepada warga sipil.

"Sayangnya, saya menduga resolusi itu datangnya akan sedikit terlambat," ujar Duta Besar Inggris Matthew Rycroft seperti dikutip AFP, Jumat (9/12).

Sebelumnya, DK PBB sempat menyusun sebuah resolusi yang menyerukan gencatan senjata selama tujuh hari di Aleppo.

Namun, resolusi tersebut diveto Rusia dan Tiongkok, beberapa hari lalu.

Itu merupakan kali keenam Moskow menggunakan hak veto untuk 'mengamankan' rezim Bashar al-Assad.

"Pilihan voting itu menunjukkanmayoritas negara-negara anggota PBB kecewa terhadap DK PBB yang gagal mencapai kompromi untuk mengubah situasi di Suriah setelah serangkaian veto," lanjut Rycroft.

Duta Besar Russia di PBB Vitaly Churkin pesimistis resolusi tersebut bakal berdampak banyak terhadap situasi di medan pertempuran.

"Tidak realistis berharap bahwa resolusi tersebut akan menghasilkan perubahan besar terkait situasi di Suriah."

Utusan Perdamaian PBB untuk Suriah Staffan de Mistura mengatakan ia berencana menemui tim transisi Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump untuk membahas situasi di Suriah, pekan depan.

Kesepakatan gencatan senjata saat ini juga dibicarakan AS dan Rusia demi memastikan pasukan pemberontak dan warga sipil bisa keluar dari Aleppo.

Secara terpisah, Perdana Menteri Rusia Sergei Lavrov mengatakan pasukan Suriah menghentikan serangan ke Aleppo supaya warga sipil bisa dievakuasi.

Namun, pasukan Suriah yang sudah menguasai 85% wilayah Aleppo tersebut diberitakan tetap membombardir pertahanan kelompok pemberontak di Distrik Kalasseh dan Al-Maadi. (AFP/Nat/I-1)