Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
KONDISI kesehatan Dr Hussam Abu Safiya, dokter Palestina asal Gaza yang ditahan di penjara militer Israel, dilaporkan terus memburuk akibat penyiksaan dan perlakuan tak manusiawi yang dialaminya. Pengacaranya, Gheed Kassem, mengungkapkan bahwa Dr Abu Safiya hanya diberi dua sendok nasi per hari selama dalam tahanan.
Dalam wawancara dengan media Arab48, Kamis (17/7), Kassem mengungkapkan bahwa Direktur Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara itu mengalami penganiayaan berat yang menyebabkan lebam di kepala, leher, dada, dan punggungnya.
Namun, permintaan Abu Safiya untuk mendapatkan perawatan medis — terutama akibat gangguan irama jantung yang muncul pascapenganiayaan — ditolak oleh pihak penjara.
Praktik pengabaian medis terhadap tahanan Palestina di penjara-penjara Israel bukan hal baru. Namun, laporan kekerasan dan perlakuan kejam disebut meningkat tajam sejak pecahnya perang di Gaza, 7 Oktober 2023.
Komisi Urusan Tahanan Palestina sebelumnya menyatakan bahwa para tahanan, terutama yang sakit, kerap menjadi korban “pengabaian medis yang disengaja dan sistematis,” ditambah penyiksaan dan kelaparan yang memperparah kondisi mereka.
Pernyataan itu muncul tak lama setelah kematian Mohyee al-Din Fahmi Najem (60), tahanan yang menderita penyakit kronis dan meninggal dunia akibat tak mendapatkan pengobatan layak selama dalam tahanan.
Menurut Kassem, Abu Safiya saat ini ditahan di sel isolasi di Penjara Militer Ofer, tempat 450 warga Gaza ditahan. Berat badannya disebut tak lagi mencapai 60 kilogram. Ia juga dikurung di ruang bawah tanah yang gelap gulita tanpa sinar matahari.
“Dia tidak tahu apa pun tentang dunia luar. Bahkan masih mengenakan pakaian musim dingin,” kata Kassem dikutip dari Middle East Eye.
Kassem menggambarkan kondisi di Ofer sebagai “sangat buruk dan tidak manusiawi.” Para tahanan di sana, menurutnya, hanya diberi dua sendok nasi per hari. Gula dan garam bahkan dilarang untuk mencegah "kenaikan hormon kebahagiaan" akibat makanan.
“Di luar itu, mereka terus mengalami penggeledahan paksa, penganiayaan, dan penyiksaan,” ujar Kassem.
Kasus Abu Safiya menambah panjang daftar korban penyiksaan dan kelalaian medis di penjara Israel. Kasus terbaru melibatkan kematian Samir al-Rifai (53), warga Jenin yang meninggal tujuh hari setelah ditangkap.
Komisi Urusan Tahanan Palestina menyatakan Rifai, ayah lima anak yang mengidap penyakit jantung, diduga meninggal akibat penyiksaan dan kondisi penjara yang keras. Hingga kini, Israel belum mengeluarkan pernyataan resmi.
Menurut catatan Komisi, sejak pecahnya perang di Gaza, jumlah tahanan Palestina yang tewas di penjara Israel telah mencapai 74 orang.
Tanpa Hak Hukum
Pemerintah Israel mengategorikan Abu Safiya sebagai 'kombatan ilegal' meski ia adalah dokter sipil. Status ini berarti ia ditahan tanpa dakwaan dan tanpa hak-hak dasar sebagaimana diatur dalam hukum internasional.
“Sebutan kombatan ilegal otomatis mencabut hak asasi seseorang di dalam penjara,” tegas Kassem.
Selain itu, Kassem juga mengungkapkan berbagai hambatan administratif yang dihadapi pengacara saat hendak menemui kliennya. Jadwal kunjungan harus diatur empat bulan sebelumnya dan kerap dibatalkan sepihak. Bahkan jika kunjungan disetujui, tahanan sering diseret dalam kondisi tangan terborgol dan dipaksa merangkak ke ruang pertemuan.
“Semua pertemuan dipantau ketat. Jika sipir merasa kunjungan itu meningkatkan semangat tahanan, mereka akan menghukumnya dengan penganiayaan,” papar Kassem.
Menurutnya, tahanan juga terus-menerus menjadi korban penyiksaan psikologis, dipaksa melihat gambar-gambar kekerasan, mendengar kabar bohong soal kematian keluarga mereka, hingga diisolasi dari informasi dunia luar.
“Pertanyaan pertama yang selalu mereka ajukan pada saya: ‘Apakah keluarga kami masih hidup?'," tuturnya. (H-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved