(Kuasa Ad Interim Republik Indonesia di Riyadh, Arab Saudi, Sunarko--MI/Deri dahuri)
LEBIH dari empat tahun sejak pemberlakuan moratorium tenaga kerja Indonesia (TKI) informal dilaksanakan, persoalan TKI di Arab Saudi tidak secara otomatis tuntas. Para TKI tetap bisa berangkat dengan menggunakan visa kunjungan atau visa umrah.
Untuk mengetahui lebih jauh persoalan TKI dan warga negara Indonesia, wartawan Media Indonesia, Deri Dahuri, mewawancarai Kuasa Ad Interim Republik Indonesia di Riyadh, Arab Saudi, Sunarko. Berikut petikan wawancaranya.
Hingga sekarang, berapa jumlah TKI atau WNI yang masih berada di Arab Saudi sejak pemberlakuan moratorium penempatan TKI informal terutama pembantu rumah tangga? Kami tidak mengetahui secara pasti jumlah total WNI yang berada di Arab Saudi. Namun, berdasarkan catatan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan Konsul Jenderal Republik Indonesiia (KJRI) sekitar 750 ribu orang, terdiri dari 500 ribu orang berada di Jeddah dan Riyadh, sedangkan wilayah barat dan timur (Saudi) sekitar 250 ribu orang. Sebelum moratorium dan pemulangan TKI secara bertahap, jumlahnya mencapai 1,2 juta orang.
Jadi pihak KJRI telah memulangkan TKI sejak pemberlakuan moratorium? Dari jumlah 1,2 juta, kami telah melakukan pemulangan beberapa kali. Namun, hingga sekarang, jumlah TKI diperkirakan masih terdapat sekitar 700 ribu orang. Namun, berdasar data resmi yang kami miliki, tercatat sekitar 380 orang.
Kenapa sampai terjadi seperti itu dan jumlah TKI tidak terpantau? Kenapa sampai hal tersebut terjadi? Hal itu disebabkan sebagian besar dari para TKI atau WNI tidak memiliki izin tinggal. Mereka itu overstayer karena mereka tidak memproses dan memperpanjang izin tinggal mereka. Setelah pemulangan TKI dilakukan beberapa kali, jumlahnya masih sekitar 700 ribu orang.
Sebagian besar dari mereka bekerja di sektor domestik yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Namun, sebagian dari mereka telah pula memperpanjang kontrak kerja mereka.
Bagaimana dengan TKI di Kota Riyadh? Berapa jumlah mereka dan bekerja di sektor apa? Dengan situasi dan kondisi wilayahnya, di Riyadh terdapat sekitar 250 ribu WNI. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai sopir dan pekerja domestik. Sebagian lagi bekerja di sektor semiformal, misalnya bekerja sebagai cleaning service, petugas janitor, dan sebagainya.
Telah seberapa jauh upaya pemulangan TKI dilakukan untuk mengatasi para overstayer? Sebagai gambaran, waktu kami memberi pelayanan pada 2013, terdata 110 ribu TKI. Pihak KJRI telah mengeluarkan dokumen dan sebanyak 66 ribu TKI telah dipulangkan dengan berbagai skema. Ada skema dengan menjalin kerja sama KJRI dan pemerintah Arab Saudi. Namun, hingga sekarang, masih terdapat sekitar 30 ribu hingga 40 ribu TKI yang menjadi overstayer.
Kendala apa yang dihadapi KJRI dalam upaya pemulangan TKI yang overstay? Kami memang menghadapi sejumlah kendala, tapi kami tertantang untuk segera bisa melakukan proses pemulangan TKI yang jumlahnya sekitar 30 ribu sampai 40 ribu orang dengan menggandeng pemerintah Saudi.
Kerja sama dilakukan karena sebagian TKI telah melakukan pelanggaran misalnya tidak memiliki izin kerja, kabur dari majikan, dan melanggar izin keimigrasian serta tidak memiliki izin tinggal. Kami memfokuskan ke wilayah timur dan barat (Arab Saudi) yang jumlahnya sekitar 40 ribu TKI. Di sini (Riyadh), jumlahnya sekitar 5.000 orang hingga 7.000 orang.
Bagaimana sebenarnya nasib para overstayer asal Indonesia itu? TKI yang overstayer telah memunculkan sejumlah permasalahan. Social cost yang ditanggungnya pun cukup besar. Dengan statusnya yang telah melanggar hukum, perlindungan dari pemerintah Indonesia menghadapi kendala dan tidak optimal. Selain tidak memiliki izin tinggal, mereka rentan menjadi korban perlakuan tidak adil dan permainan dari majikan.
Mereka juga berisiko terkena razia oleh aparat keamanan Saudi. Jika mereka tertangkap dan terbukti melanggar hukum, tidak mudah bagi KBRI untuk memberi bantuan hukum. Namun, KBRI tidak menyerah, selalu berusaha untuk memberi bantuan hukum terbaik bagi WNI di luar negeri.
Kasus-kasus yang menyangkut ketenagakerjaan juga cukup besar. Seperti tadi itu, gaji tidak diselesaikan, kemudian ingin pulang sesuai kontrak, tapi masih belum diizinkan. Itu paling banyak kasusnya. Mereka bekerja dalam rumah, sudah ingin pulang sesuai dengan kontrak, tetapi majikan belum mau memulangkan dengan berbagai alasan.
Pertama, pasar tenaga kerja itu sulit untuk mencari pengganti dan sebagainya, sedangkan keluarga di Indonesia sudah menunggu karena sudah cukup lama. Faktor-faktor itulah yang menyebabkan kabur atau melarikan diri. Kita di KBRI tentu saja setelah menerima laporan, menampung mereka.
Mengenai gaji yang belum dibayarkan oleh majikan mereka, kami upayakan menghubungi majikan sampai majikan berkomitmen memberikan pembayaran gaji dan hak-hak mereka. Ada TKI yang belum dibayar gajinya 10 tahun dan 15 tahun. Kalau melalui proses persidangan, kami mendampingi mereka dengan pengacara yang kami tunjuk.Setelah mencapai hak-haknya, baru kami berpikir untuk memulangkan ke Indonesia.(I-1)