Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Pengungsi masih Terjebak di Perbatasan

22/9/2015 00:00
Pengungsi masih Terjebak di Perbatasan
(AP/Ronald Zak)
SEKITAR 300 migran laki-laki terjebak di perbatasan Kroasia-Slovenia, kemarin. Beberapa bahkan telah menunggu di sana selama tiga hari. Mayoritas dari mereka bermaksud melanjutkan perjalanan ke Hongaria dan Slovenia. Kantor berita Aljazeera melaporkan situasi di wilayah Kroasia pada perbatasan Kroasia-Slovenia, kemarin, amat berbeda daripada biasanya. Di sana disediakan kasur, makanan, dan fasilitas pengobatan.

Namun, di wilayah seberang, otoritas Slovenia telah menyiapkan polisi antihuru-hara di perbatasan dan hanya mengizinkan beberapa perempuan dan keluarga beserta anak untuk masuk. Mereka diperbolehkan masuk ke Slovenia dengan menumpang bus yang sudah disediakan menuju pusat penerimaan pengungsi.

Juru bicara Departemen Imigrasi Slovenia, Bostjan Sefic, menyatakan pemerintahnya berupaya melaksanakan prosedur dengan tertata untuk kepentingan migran.
"Saya harap kami bisa melaksanakan tugas ini untuk migran berikutnya yang datang ke Slovenia," kata Sefic. Pada Minggu (20/9), Slovenia menyatakan sanggup menerima 10 ribu migran.

Sejak pekan lalu, Kroasia diperkirakan telah menerima kedatangan 25 ribu pengungsi, sedangkan di Austria, sekitar 7.000 migran masuk pada Minggu (20/9) saja.

Di Jakarta, Utusan khusus Pemerintah Federal Jerman untuk Kebijakan Hak Asasi Manusia dan Bantuan Kemanusiaan Christoph Straesser menyatakan pemerintah Jerman sedang berupaya mencari solusi bersama untuk krisis migran. Namun, untuk jangka pendek, arus pengungsi harus diantisipasi dan diakomodasi.

"Yang pertama harus dilakukan ialah menolong para pengungsi agar selamat. Tanpa bantuan negara lainnya, Jerman tidak bisa menyelesaikan krisis yang terjadi," kata dia dalam konferensi pers di Kedutaan Besar Jerman, Jakarta, kemarin.

Dia menegaskan negara-negara Uni Eropa (UE) harusnya bersatu untuk menyelesaikan krisis migran di Eropa karena UE bukan hanya berdiri atas tujuan ekonomi, melainkan juga nilai-nilai dan cara pandang yang sama termasuk bencana kemanusiaan. Adapun solusi permanen untuk pengungsi asal Suriah, menurut Straesser, hanya bisa tercapai jika perang di negara tersebut selesai.

Straesser juga menyesalkan tindakan Hongaria yang menutup perbatasan. "Pada 1989, ketika tembok pemisah Eropa (Berlin) runtuh, Hongaria menjadi negara pertama yang membuka pagar seluas-luasnya agar manusia bisa bermigrasi. Namun sekarang, Hongaria justru menjadi negara pertama yang membangun tembok (semacam) itu," ucapnya. (AFP/Aya/Fox/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya