HUBUNGAN Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) tampaknya sedang tidak harmonis dan bisa dikatakan suram jelang kunjungan kenegaraan Presiden Tiongkok Xi Jinping ke Washington, AS, pekan ini. Ketegangan kian memuncak seiring aksi Tiongkok yang dituduh AS melakukan serangan siber.
Tak hanya itu, sebagian besar publik AS juga memandang Tiongkok sebagai ancaman bagi perekonomian AS. Di sisi lain, 'Negara Paman Sam' kerap melontarkan kritik terhadap Tiongkok yang kerap melanggar hak-hak sipil dan hak asasi manusia.
"Kecurigaan AS terhadap Tiongkok semakin meningkat," kata Aaron L Friedberg, seorang profesor politik dan hubungan internasional dari Universitas Princeton, AS.
Bahkan, Friedberg menyebutkan situasi saat ini lebih negatif jika dibandingkan dengan periode pasca-Tianamen. Saat itu, otoritas Tiongkok bertindak tidak manusiawi terhadap demonstran prodemokrasi 1989. Insiden itu telah membuat hubungan AS dan Tiongkok memanas.
Kendati begitu, Tiongkok dan AS masih memiliki kesamaan pandangan terkait dengan ambisi nuklir Korea Utara (Korut) dan Iran. Dengan kesamaan itu, para pejabat AS mengatakan AS dan Tiongkok tetap mengutamakan dialog soal tuduhan peretasan.
Para pejabat Tiongkok mengatakan bahwa antarkedua negara ekonomi terbesar dunia selayaknya mempertahankan hubungan baik. "Kuncinya, kedua belah pihak harus membuat konsesi dan pertemuan sebagai tempat untuk negosiasi," kata Zhu Feng, seorang ahli hubungan Tiongkok-AS di Universitas Peking, Tiongkok.
Menilai buruk Sebelum tiba di Washington, AS, pada Jumat (25/9), Xi dijadwalkan menghadiri acara terkait dengan bisnis di Seattle, AS. Setelah bertemu Presiden AS Barack Obama, Xi akan melakukan perjalanan ke New York untuk menyampaikan pidato di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Jelang kunjungan Xi ke AS, survei lembaga Pew Research Center menunjukkan bahwa 54% warga AS memiliki pandangan buruk tentang Tiongkok. Kekhawatiran mereka disebabkan US$1,27 triliun utang AS dipegang Tiongkok.
Selain itu, banyak warga AS telah kehilangan pekerjaan. Penyebabnya, mereka kalah bersaing dengan para pekerja dari 'Negeri Tirai Bambu'. Persoalan lain yang mengemuka dan menjadi perbincangan, yakni aksi peretasan.
Kendati persoalan peretasan menjadi persoalan serius bagi AS, Tiongkok tampaknya belum menanggapi serius persoalan tersebut. Sebaliknya, pejabat Tiongkok menyebut bahwa justru Tiongkok telah menjadi korban serangan siber.
Di sisi lain, kerja sama militer AS dan Tiongkok dinilai berkembang baik. Namun, pejabat AS memandang masih melihat adanya keraguan pada Tiongkok. AS memandang dalam sengketa wilayah maritim dengan Filipina dan Jepang, sekutu AS, Tiongkok, telah pula menjadi ancanam besar.
"AS bukan merupakan bagian dari sengketa ini, dan kami berharap bahwa Amerika Serikat tidak terlibat," kata seorang penasihat urusan luar negeri Tiongkok dalam sebuah surat kabar, seakan meminta AS jangan turut campur. (AP/I-3)