Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
GELOMBANG pengungsian di dunia meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir sehingga memicu polemik di banyak negara, terutama negara-negara maju yang menjadi tujuan para pengungsi ini. Polemik terutama mengenai negara yang harus menerima mereka. Pada sisi ini, persoalannya ada pada masalah biaya. Mengapa demikian? Karena pengungsi sering kali dianggap sebagai beban ekonomi bagi negara-negara yang menampungnya. Argumentasi yang selalu muncul ialah biayanya sangat besar.
Namun, penelitian J Edward Taylor, seorang profesor dari Department of Agricultural and Resource Economics di University of California, menemukan alasan biaya yang sering dikeluhkan selama ini bisa saja salah, bahwa membantu pengungsi tidak sebanyak yang kita duga. Bahkan, ketika kamp-kamp pengungsi bisa dikelola dengan baik justru bisa membantu pengungsi itu, dan pada saat yang sama membantu menghidupi ekonomi setempat.
Dalam sebuah studi yang dilakukan Taylor di sebuah kamp pengungsi di Rwanda yang dikelola Badan Pengungsi PBB (UNHCR), aktivitas ekonomi yang terkait dengan kamp pengungsi justru dapat meningkatkan pendapatan per-kapita bagi masyarakat setempat. Diterbitkan Proceedings of the National Academy of Sciences, penelitian itu mengungkapkan bahwa pengungsi Kongo di Rwanda menghasilkan pendapatan jauh lebih banyak dari bantuan yang mereka terima.
Selain itu, ditemukan juga dua faktor yang cukup dapat membantu, baik pengungsi maupun masyarakat setempat. Pertama ialah kebiasaan untuk memberikan pengungsi uang tunai dan bukan makanan. Dalam dua kamp yang diteliti, pengungsi menerima bantuan pangan lembaga PBB dalam bentuk uang tunai, sementara di kamp lain, pengungsi menerima bantuan makanan yang sama dengan nilai uang yang diberikan pada dua kamp sebelumnya. "Dan mereka boleh melakukan bisnis apa pun, bertransaksi dan bekerja dengan upah tertentu di luar kamp.
Dan kami menemukan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi negara dalam hal ini yang menjadi rumah para pengungsi dengan memberikan bantuan uang tunai daripada makanan," kata Taylor. Dalam hal ini, hasil yang ditemukan melalui penelitian ini, kata Taylor, tampaknya karena dengan memberikan uang tunai, para pengungsi lantas membeli makanan dan barang-barang lainnya di toko-toko. Penelitian menemukan bahwa pengungsi menghabiskan sebagian besar uang mereka untuk membeli makanan.
Ini menghasilkan pendapatan bagi bisnis di daerah tersebut dan akhirnya juga bisa menyerap tenaga kerja dan masukan-masukan lainnya. Dengan kata lain, kata dia, meningkatnya pendapatan merangsang putaran baru dari pengeluaran dan pendapatan keuntungan pada ekonomi setempat. Sementara, kalau diberikan makanan yang masih merupakan model bantuan tradisional bagi para pengungsi tidak memberi dampak bagi ekonomi setempat karena rata-rata makanan yang diberikan didatangkan dari luar daerah alias impor.
"Jadi praktis tidak menggerakkan ekonomi setempat. Dan itulah juga mengapa sering terjadi paket bantuan pangan yang diterima sering dijual untuk mendapatkan uang," jelas Taylor. Menurut Taylor, memberikan bantuan uang tunai kepada pengungsi, terutama dapat menciptakan manfaat bagi hidupnya ekonomi dan bisnis suatu tempat. Bahkan, ditemukan bahwa pendapatan riil rumah tangga dalam wilayah itu meningkat sebanyak US$69 per pengungsi di Rwanda.
"Dampak ini besar, setara dengan sepertiga dari pendapatan rata-rata per-kapita rumah tangga warga negara yang menerima pengungsi, dalam hal ini Rwanda yang ada di luar perkemahan pengungsi," kata Taylor. Menurut dia, hal kedua yang perlu dilakukan ialah mempromosikan integrasi jangka panjang. Dalam hal ini, kebanyakan pengungsi menemukan diri mereka di negara-negara dengan kebijakan yang dirancang untuk akomodasi jangka pendek.
Dalam penelitian di Kongo, rata-rata pengungsi Kongo yang tinggal di kamp Rwanda (Gihembe) untuk 16,7 tahun dan lebih dari 44% penduduk lahir di kamp. "Maka itu, mempromosikan integrasi dengan negara 'host' tidak hanya menciptakan manfaat bagi pengungsi dan penduduk setempat, tetapi juga mengakui kenyataan bahwa pengungsi akan tetap di negara bersangkutan untuk beberapa waktu," kata Taylor.
Menurut dia, dengan itu, selain mendukung petani lokal dan vendor, pengungsi juga dapat menjadi bagian penting dari angkatan kerja lokal untuk peternakan di wilayah itu ataupun sektor usaha lainnya. Adanya interaksi seperti ini menyebabkan semakin besar potensi yang ada untuk menciptakan manfaat, baik bagi pengungsi maupun negara yang ditumpangi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved