Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

5 Tahun lagi Gaza tidak Layak Ditinggali

Andhika Prasetyo
03/9/2015 00:00
5 Tahun lagi Gaza tidak Layak Ditinggali
(AFP/MOHAMMED ABED)
DALAM waktu lima tahun ke depan, Jalur Gaza, wilayah di Palestina yang rusak akibat perang dan blokade Israel selama hampir sepuluh tahun, akan menjadi sebuah tempat yang tidak layak dihuni.

"Kehidupan sosial yang rusak, serta faktor kesehatan dan keamanan yang tidak terjamin, ialah beberapa faktor yang membuat Gaza tidak dapat lagi ditinggali pada 2020 nanti," ujar PBB melalui United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), Selasa (1/9).

Blokade yang dilakukan Israel, menurut UNCTAD, telah merusak infrastruktur dan menghancurkan basis produktif di Gaza.

Mereka juga tidak membiarkan Gaza melakukan rekonstruksi ekonomi untuk memperbaiki keadaan kota tersebut.

Kendati saat ini ada bantuan internasional yang ditujukan bagi Gaza, UNCTAD mengatakan itu hanya dalam skala kecil dan tidak akan mampu membalikkan keadaan yang terjadi saat ini.

UNCTAD memperkirakan operasi militer yang dijalankan di wilayah tersebut, termasuk yang menyebabkan kematian 2.200 warga Palestina pada tahun lalu, telah menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar.

Selain menewaskan 2.200 warga Palestina, perang yang terjadi pada 2014 juga telah menewaskan sekitar 73 warga Israel, serta menghancurkan lebih dari 20 ribu rumah, 148 sekolah, 15 rumah sakit, dan 45 gedung pusat kesehatan.

Sebanyak 247 pabrik dan 300 pusat komersial juga dilaporkan mengalami kerusakan parah.

Kondisi sosial dan ekonomi di Gaza saat ini, imbuh UNCTAD dalam pernyataan mereka, telah menyentuh titik terendah sejak 1967, ketika Israel menguasai wilayah tersebut lewat perang yang berlangsung selama enam hari.

Krisis
Dalam laporan tersebut, UNCTAD juga mengatakan wilayah yang hanya memiliki luas 362 kilometer persegi itu telah lama mengalami krisis air.

"Kondisi air di Gaza sudah masuk kategori tidak aman untuk diminum."

Hal itu diperparah dengan hancurnya satu-satunya pusat pembangkit listrik di wilayah tersebut.

Sebanyak 72% rumah tangga di wilayah yang ditinggali 1,8 juta jiwa itu juga mengalami krisis pangan dan harus berjuang melawan kelaparan setiap hari.

Banyak dari mereka bergantung pada makanan yang didistribusikan PBB.

UNCTAD juga melaporkan jumlah peng-ungsi Palestina kini mencapai 868 ribu orang, meningkat berkali-kali lipat jika dibandingkan dengan di 2000 yang hanya 72 ribu orang.

Pengangguran di Gaza juga meningkat hingga 44% pada tahun lalu, jumlah tertinggi yang pernah tercatat.

"Apa yang terjadi di sana telah mengakibatkan kehancuran besar-besaran, mulai infrastruktur, aset-aset produktif, hingga perekonomian. Hal tersebut jelas meme-ngaruhi perkembangan di bidang industri, pertanian, komersial, dan residensial baik secara langsung ataupun tidak langsung," pungkas pernyataan tersebut.

Jalur Gaza, sebelum diperebutkan Palestina dan Israel seperti saat ini, sejatinya memang telah menjadi wilayah yang diperebutkan oleh beberapa negara.

Pada 1967, sebuah perang untuk memperebutkan Jalur Gaza juga telah terjadi antara Israel dan Mesir.

Perang itu berlangsung selama 132 jam 30 menit atau kurang dari enam hari.

Pada Mei 1967, Mesir mengusir United Nations Emergency Force (UNEF) dari Semenanjung Sinai.

UNEF telah berpatroli di wilayah tersebut sejak 1957 akibat invasi Israel ke Semenanjung Sinai.

Mesir mempersiapkan 1.000 tank dan 100 ribu pasukan di perbatasan dan memblokade Selat Tiran terhadap kapal Israel serta memanggil negara-negara Arab lainnya untuk bersatu melawan Israel.

Namun, pada akhir perang, Israel akhirnya berhasil merebut Jerusalem Timur, Semenanjung Sinai, Dataran Tinggi Golan, dan Jalur Gaza.

Hasil dari perang itu pun memengaruhi geopolitik kawasan Timur Tengah sampai hari ini. (AFP/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya