MENTERI Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menegaskan pemerintah wajib memberi perlindungan dan pendampingan hukum bagi WNI yang menghadapi permasalahan hukum di luar negeri. Meski begitu, pemerintah mengingatkan agar WNI selalu menghormati hukum yang berlaku di negara lain.
"Tidak mungkin bagi pemerintah untuk mengintervensi hukum yang berlaku di negara lain," ucap Retno dalam Orasi Ilmiah Perkembangan dan Dinamika Politik Luar Negeri Indonesia yang disampaikan dalam Upacara Dies Natalis Ke-69 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, kemarin.
Ketika perlindungan dan pembelaan hukum yang dilakukan Kemenlu tidak membuahkan hasil, tegas Retno, "Kegagalan itu bukan karena diplomasi tidak optimal, tapi sekali lagi, karena sistem hukum yang berlaku di negara lain tidak dapat ditawar."
Pada kesempatan lain, di hari yang sama, Retno pun menegaskan kebijakan hukuman mati merupakan bagian dari penegakan hukum yang positif di Indonesia untuk jenis kejahatan luar biasa.
"Saya ulangi, keputusan hukuman mati yang dibuat pengadilan Indonesia tidak ditujukan pada negara, bangsa, maupun warga negara tertentu, tetapi untuk kejahatan yang sangat keji," kata Retno dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta.
Mahkamah Konstitusi RI pada 2007, sambungnya, telah memutuskan hukuman mati tidak melanggar Konvensi Internasional. Sesuai dengan Pasal 6 Konvensi Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik, hukuman mati dapat dilaksanakan untuk tindak kejahatan yang sangat serius melalui proses peradilan adil dan terbuka.
Pernyataan itu disampaikan Retno sebagai tanggapan atas desakan beberapa pihak agar RI mempertimbangkan kembali hukuman mati beberapa terpidana mati kasus peredaran narkoba, di antaranya warga negara asing. Desakan terbesar datang dari pemerintah Australia yang dua warga negaranya, yakni Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, akan dieksekusi mati setelah dinyatakan bersalah dalam kasus penyelundupan narkotika skala besar di Bali.
"Kami mengerti posisi pemerintah Australia untuk menunjukkan kehadiran bagi warga negaranya. Harus digarisbawahi ini murni masalah penegakan hukum," ujar Retno. (AU/Ant/I-1)