DI sebuah hotel mewah di Chiang Saen, Thailand Utara, turis perempuan asal Jerman, Barbara Schautz, menikmati secangkir kopi istimewa.
"Rasanya unik, tidak pahit. Saya bisa merasakan rasa karamel dan cokelat di kopi ini," tutur Schautz.
Kopi istimewa yang dinikmati Schautz itu merupakan kopi dari kotoran gajah.
Ya, setelah kopi luwak, kini hadir pula kopi gajah.
Saat ini, kopi gajah baru dijual secara eksklusif di sejumlah hotel mewah di Asia, terutama Thailand, Singapura, dan Hong Kong.
Kopi itu juga akan segera tersedia di Paris, Zurich, Kopenhagen, dan Moskow.
Pengusaha asal Kanada, Blake Dinkin, 44, ialah orang yang memproduksi kopi gajah dengan memadukan bisnis dan konservasi.
Awalnya Dinkin berencana membuat kopi dari kotoran luwak.
Namun, menurut dia, kualitas produk akhir kopi luwak mulai menurun seiring dengan meroketnya permintaan di Asia Tenggara, termasuk Thailand, Indonesia, dan Vietnam.
Memproduksi kopi luwak juga dirasa bertentangan dengan misi Dinkin mendukung kelestarian lingkungan karena luwak kerap dikurung dan dipaksa makan biji kopi untuk bisa menghasilkan kopi.
Setelah sempat menimbang-nimbang membuat kopi dari kotoran singa dan jerapah, Dinkin akhirnya memutuskan membuat kopi gajah ketika dia menyingkap gajah terkadang makan biji kopi pada musim kemarau.
"Saya baru berhasil memproduksi dengan benar setelah percobaan selama sembilan tahun," tutur Dinkin.
Enzim di perut gajah, diterangkan Dinkin, berfungsi bagaikan alat pemasak yang lambat.
Biji kopi yang ditelan gajah akan terendam bersama dengan tumbuhan dan buah-buahan yang juga dimakan gajah. Dalam perjalanan di jalur pencernaan selama 17 jam, asam pencernaan akan menghilangkan rasa pahit pada biji kopi.
Untuk produknya yang dilabeli Black Ivory Coffee itu, Dinkin bekerja sama dengan organisasi Golden Triangle Asian Elephant Foundation yang bergiat dalam penyelamatan gajah dari perdagangan pariwisata.
"Rupanya kafein baru merebak dari biji kopi saat direbus, jadi tidak apa-apa gajah-gajah yang telah kami selamatkan itu makan biji kopi," kata John Roberts, direktur organisasi.
Selain itu, keluarga pawang gajah dibayar untuk mengumpulkan biji kopi dari kotoran gajah.
Black Ivory Coffee juga mendonasikan 8% hasil penjualan kepada organisasi untuk membiayai perawatan dokter hewan dan fasilitas lain.
Untuk membuat 1 kg kopi, gajah harus melahap sekitar 33 kg biji kopi bersamaan dengan makanan rutin mereka.
Tahun ini, dari panen ketiganya, Black Ivory Coffee berhasil memproduksi 150 kg biji kopi dari gajah.
Secangkir kecil kopi gajah, seukuran cangkir espresso, dihargai US$13 (sekitar Rp173 ribu) dengan harga per kg mencapai US$1.880 atau berkisar Rp25 juta.