Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PARA pengunjuk rasa yang tertembak selama demonstrasi menentang rezim militer Myanmar menghindari perawatan untuk luka-luka mereka. Pasalnya, mereka takut ditangkap jika mereka mengunjungi rumah sakit yang dikelola junta militer.
Pasukan keamanan telah menembaki aksi protes sipil dengan senapan sniper, senapan mesin dan mortir dalam beberapa bulan sejak kudeta pada Februari yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Lebih dari 800 orang tewas dan ribuan lainnya terluka dalam tindakan keras pada oposisi terhadap rezim militer, menurut kelompok hak asasi manusia.
Maung Win Myo - namanya telah diubah demi alasan keamanan - biasa bekerja sebagai pengemudi becak, yang mengangkut orang-orang di sekitar ibukota komersial Yangon yang ramai.
Tetapi dia tidak bekerja sejak Maret, ketika dia ditembak di kaki saat berada di garis depan dalam aksi protes anti-junta. "Saya bahkan tidak bisa tidur nyenyak di malam hari," katanya kepada AFP, sambil meringis di atas kasur di lantai apartemen satu kamar yang dia tinggali bersama istri dan dua anaknya.
Biayanya sekitar $950 untuk membayar operasi kedua di rumah sakit swasta untuk memasang baja di tulangnya yang patah, katanya, tetapi dia harus terus menderita untuk saat ini.
"Saya tidak punya uang karena saya tidak bisa bekerja," katanya, yang menambahkan bahwa dia mengandalkan sumbangan dari tetangga untuk memberi makan keluarganya.
Baca juga : Pesawat Tempur Tiongkok Langgar Wilayah Udara Taiwan
Saat berobat ke klinik swasta yang biayanya mahal, itu membuat Maung Win Myo kehabisan uang. "Kami tidak berani ke rumah sakit militer, makanya kami pergi ke rumah sakit swasta, meskipun kami tidak punya uang," kata istrinya.
Banyak orang lain dengan luka serius takut untuk mencari pengobatan gratis di rumah sakit militer, karena takut luka mereka akan menunjukkan keterlibatan mereka dalam aksi protes anti-kudeta.
"Tidak semua orang mau pergi," kata Marjan Besuijen, Kepala Misi Medecins Sans Frontieres (MSF) di Myanmar, kepada AFP. "Mereka takut ditangkap," ucapnya.
Dalam sebuah laporan bulan lalu, MSF juga mengatakan mitranya di Myanmar telah menyaksikan serangan junta terhadap organisasi yang memberikan pertolongan pertama kepada pengunjuk rasa yang terluka, dan menyaksikan persediaan mereka dihancurkan.
Rumah sakit militer biasanya tidak dibuka untuk umum, tetapi junta telah memperluas operasi mereka setelah banyak dokter meninggalkan pekerjaannya setelah kudeta.
Aksi mogok itu, yang juga diikuti oleh sejumlah besar pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah lainnya, telah memaksa penutupan hampir semua rumah sakit umum di negara itu. Itu juga telah melumpuhkan ekonomi dan membebani sistem perbankan. (AFP/OL-2)
Massa yang berkumpul di depan Kampus UPI Jalan Veteran Purwakarta, kemudian bergerak melakukan long march, menyusuri jalan protokol, Purwakarta.
RATUSAN mantan pegawai pabrik gula (PG) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) se Jawa Tengah (jateng) menggelar aksi jalan kaki ke Istana Kepresidenan Jakarta, menuntut uang pensiun yang layak.
Presiden AS Donald Trump menyatakan tidak punya pilihan selain menurunkan Garda Nasional ke Los Angeles.
Jaksa Agung Rob Bonta dan Gubernur California Gavin Newson menggugat pemerintahan Trump atas pengerahan Garda Nasional ke Los Angeles.
Aksi dilakukan setelah dua warga ditetapkan sebagai tersangka penambang emas ilegal di lahan milik Perhutani.
MASSA unjuk rasa ojek online (ojol) telah membubarkan diri dari kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. Massa demo ojol mulai bubar dengan tertib sekitar pukul 17.45 WIB.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved