Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
MANTAN Deputi Pemberantasan Narkotika BNN Inspektur Jenderal (Purn) Benny Mamoto optimisitis pemerintah Indonesia bisa menyelesaikan persoalan penyanderaan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang saat ini ditawan oleh kelompok militan di Filipina, Abu Sayyaf.
Ia beralasan Indonesia memiliki sumber daya andal yang bisa menangani kasus penyanderaan secara terukur dan baik.
“Saya yakin karena kita memiliki banyak pakar dan perwira-perwira andal dengan latar belakang pendidikan dari luar negeri dan berpengalaman di bidang seperti ini sehingga kita akan bisa menangani masalah ini dengan lebih baik,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Minggu (3/4).
Benny yang pernah memimpin operasi pembebasan sandera di Mindanao, Filipina, yang juga ditawan Abu Sayyaf, pada 2005 lalu, menekankan bahwa kunci upaya pembebasan sandera ada pada kapasitas negosiator.
Namun, mantan Kepala Unit Keamanan Negara itu tidak menampik upaya diplomasi atau komunikasi dengan pihak panyandera seperti kelompok teroris Abu Sayyaf tidak mudah karena banyak faksi yang beroperasi di lapangan.
“Mereka bisa ada beberapa faksi tergantung kepentingan dan keinginan mereka. Dan faksi-faksi ini belum tentu satu jalur komando,” tegas dia.
Berdasarkan pengalamannya membawahkan operasi pembebasan sandera pada 2005, Benny kala itu membuat jalur komunikasi satu pintu. Pihak keluarga korban, perusahaan pemilik kapal, dan pihak-pihak terkait lainnya dilarang untuk menerima telepon dari pelaku penyanderaan. Alasannya, mereka cenderung mudah diintimidasi dan dipengaruhi sehingga menguatkan posisi penyandera.
Jalan masuk keberhasilan Benny berawal dari kelihaiannya membaca situasi dan mengendus pihak yang relevan untuk dihubungi.
Tanpa melibatkan kekuatan militer, cara kerja dan diplomasi Benny kala itu berhasil membebaskan Ahmad Resmiadi, Kapten Kapal Bonggaya 91 yang diculik dan disandera oleh sebuah kelompok bersenjata Filipina.
“(Waktu itu) pihak penyandera meneror istri kapten kapal. Istri itu karena tidak tahan diteror kemudian memberikan nomor telepon saya ke penyandera. Maka terjadilah komunikasi antara saya dengan penyandera. Dari situ saya berkomunikasi dan bernegosiasi selama tiga bulan. Karena kita sudah biasa menginterogasi teroris maka dalam negosiasi kita bisa membaca arah dan situasi,” papar dia.
“Tentunya kita tidak mau menuruti keinginan mereka tetapi bagaimana agar mereka mengikuti kemauan kita,” tambahnya.
Benny menyarankan supaya pemberitaan mengenai kasus penyanderaan bisa direm. Pasalnya, pemberitaan media cenderung membuat pihak pemerintah tertekan dan di sisi lain hal itu bisa mendatangkan keuntungan bagi penyandera.
Peraih Bintang Bhayangkara Nararya ini membeberkan kala itu pihak Abu Sayyaf selalu menelpon dirinya tengah malam atau sekitar pukul 02.00 WIB.
Dari pola itu, sambungnya, dia bisa tahu pelaku keluar persembunyian untuk mencari sinyal lalu masuk lagi ke dalam hutan usai menelpon.
“Di situlah saya berkomunikasi terus selama tiga bulan sambil saya pun bergerak. Nah ini kan terkait operasi intelijen, sepatutnya tidak bisa saya ungkapkan karena nanti kebaca (oleh pihak yang berkepentingan),” tegasnya.
Ia mengatakan tim yang bergerak harus tertutup dan tidak diliput oleh media. Dulu Benny selama tiga bulan bolak-balik Jakarta-Manila dan membaca buku-buku tentang penyanderaan dan pengakuan korban. “Untuk memperkaya bekal dalam bernegosiasi.”
Mengenai keengganan pemerintah Filipina untuk melibatkan militer Indonesia dalam operasi pembebasan sandera, Benny berpendapat itu karena konstitusi negara itu tidak akan mengizinkan operasi militer.
“Di samping faktor konstitusi, mereka tentu melihat pertimbangan soal keamanan mereka karena nanti bisa ada dampaknya, misalnya si Abu Sayyaf bisa menyerang atau melakukan pembalasan, dan lain sebagainya,” ujarnya. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved