Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
MENYUSUTNYA kawasan hutan menjadi faktor penting penyebab terancam punahnya satwa liar atau langka di berbagai belahan dunia.
Hutan menjadi habitat utama bagi berbagai jenis satwa liar di planet ini.
Di samping masalah habitat yang semakin menyusut secara kuantitas dan kualitas, aktivitas perdagangan dan pemburuan menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar.
Dalam hal ini, keberadaan pasar gelap sangat berperan dalam pemasokan satwa liar ke tangan para 'konsumen'.
Tahun lalu, dunia dikejutkan dengan jumlah badak yang dibunuh para pemburu liar di seluruh penjuru kawasan Benua Afrika.
Pemusnahan yang mencapai rekornya itu dipicu tingginya permintaan cula badak di pasar-pasar kawasan Timur Jauh.
Tingkat pembunuhan hewan itu terjadi di jantung Afrika Selatan, yang mencakup empat per lima dari populasi badak di benua itu, dan menukik untuk pertama kalinya sejak krisis meletus hampir satu dekade lalu.
Namun, meningkatnya pemburuan tak berizin di Namibia dan Zimbabwe semakin menguburkan secuil harapan di Afrika Selatan.
Pemburuan itu mencapai rekor tertinggi pembunuhan badak dengan jumlah 1.338 ekor di 'Benua Hitam'.
Total 5.940 ekor badak telah diburu secara ilegal sejak 2008.
Kalangan pegiat konservasi mengatakan pengawasan pemburuan ilegal sulit meski otoritas atau kementerian terkait meningkatkan upaya memberantas perdagangan satwa langka dan liar.
Maklum, modus operandi kejahatan terorganisasi itu selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi di lapangan.
"Mereka (pemburu ilegal) beroperasi seperti sebuah amuba. Jadi, jika Anda menekannya di satu tempat, mereka mengembangkan aksi di tempat lain. Jadi, yang harus dilakukan ialah respons di tingkat kawasan," ungkap Mike Knight, Kepala International Union for the Conservation of Nature's African (IUCNA), sebuah lembaga advokasi badak yang terpandang di dunia.
Dalam sebuah pertemuan pada akhir Februari di Kruger, sebuah taman nasional yang luas dan hotspot pemburuan yang setara dengan ukuran negara Belgia, IUCNA memaparkan, meski pembunuhan badak mencapai rekor pada 2015, pihaknya menemukan tren penurunan laju pemburuan hewan itu.
"Ya, berita buruknya bahwa pemburuan ilegal masih meningkat, tapi berita bagusnya bahwa kita bisa mengelola laju peningkatan pemburuan tersebut. Jadi, sekarang ada secercah harapan," ujar Knight.
Lembaga ahli itu mengungkapkan populasi badak putih di seluruh Afrika pada 2015 turun ke angka sekitar 19.682-21.077 ekor, sedangkan badak hitam berada di angka 5.042-5.455 ekor, atau tumbuh 2,9% per tahun sejak 2012.
Afrika Selatan, Namibia, dan Zimbabwe ialah rumah bagi 95% badak afrika.
Via Facebook
Persoalan perdagangan dan pemburuan satwa liar dan langka juga menjalar di Asia.
Menurut laporan terbaru yang dikeluarkan TRAFFIC, lembaga antiperdagangan satwa, para pemburu dan konsumen bergerilya di Facebook.
Kegiatan pasar gelap daring itu mengancam eksistensi binatang-binatang yang menjadi ikon dan langka.
Hanya dengan pemantauan setengah jam per hari selama lima bulan lewat penelitian terhadap 14 grup Facebook di Semenanjung Malaysia, TRAFFIC telah menemukan lebih dari 300 satwa langka yang dijual sebagai hewan peliharaan.
Satwa-satwa itu mencakup siamang atau ungka, beruang madu yang dalam bahasa Latin dikenal Helarctos malayanus, dan berang-berang serta binturong atau Arctictis binturong.
Perdagangan satwa yang tidak didokumentasikan sebelumnya itu tidak diperkirakan karena Semenanjung Malaysia tidak memiliki pasar hewan liar terbuka seperti yang ditemukan di negara-negara Asia Tenggara lainnya.
"Perkembangan media sosial tampaknya telah mendorong pertumbuhan pasar untuk satwa liar sebagai peliharaan yang sebelumnya tidak eksis di Malaysia," kata Kanitha Krishnasamy, Manajer Program TRAFFIC di Asia Tenggara dan koordinator penulis laporan anyar bertajuk Trading Faces: A Rapid Assesment on the use of Facebook to Trade Wildlife in Peninsular Malaysia.
Yang mengejutkan, lebih dari 60% dari 80 spesies yang tercatat dalam pemantauan TRAFFIC merupakan satwa asli Malaysia.
Itu menunjukkan berkembangnya permintaan margasatwa lokal sebagai peliharaan.
Hampir setengah dari spesies yang tercatat merupakan satwa yang benar-benar dilindungi dari pemburuan atau perdagangan dan tidak boleh diperjualbelikan secara ilegal di bawah ketentuan Wildlife Conservation Act 2010.
Sebanyak 25 dari 69 spesies yang bukan asli Malaysia, termasuk kakaktua jambul kuning dari Indonesia dan Ploughshare tortoise dari Madagaskar, ialah satwa yang dilindungi di bawah aturan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).
Kebanyakan dari 14 grup Facebook itu ialah grup tertutup, yang mengharuskan para anggota untuk melihat dan berdagang secara daring.
Pada saat TRAFFIC melakukan pemantauan, grup-grup itu memiliki hampir 68 ribu anggota aktif.
TRAFFIC telah membagi atau memberikan hasil penelitian mereka ke pihak Facebook.
Perusahaan raksasa yang berbasis di Amerika Serikat itu pun merespons secara positif dan bersedia berkolaborasi dengan TRAFFIC untuk mengidentifikasi solusi-solusi praktis demi mencegah penyalahgunaan panggung mereka di Malaysia dan di luar wilayah itu.
"Meskipun temuan ini mengenai perdagangan satwa ilegal di Malaysia, kami percaya itu merefleksikan sebuah masalah yang meliputi seluruh dunia," ujar Sarah Stoner, seorang Analis Data Kriminal TRAFFIC di Asia Tenggara.
Monyet jempol
Masih di Asia, salah satu hewan langka yang dilindungi karena habitatnya semakin punah ialah pygmy marmoset (Cebuella pygmaea), monyet terkecil di dunia karena ukurannya hanya sebesar jari jempol.
Meski masuk kategori satwa yang dilindungi, hewan lucu yang berasal dari hutan hujan Amazon Basin di Amerika Selatan itu sekarang malah dipelihara orang-orang kaya di Tiongkok.
Marmoset sekarang menjadi tren di kalangan orang berduit di Tiongkok.
Marmoset yang dilindungi itu dijadikan hewan peliharaan yang dianggap akan membawa keberuntungan di tahun monyet api.
Bukan hanya itu, walaupun harga jualnya sangat mahal, banyak sekali orang yang rela berbondong-bondong untuk sekedar membeli monyet kecil tersebut.
Diketahui, harga per ekor monyet mungil lucu ini terbilang sangat mahal, yaitu sekitar US$4.500.
Walaupun begitu, pemerintah Tiongkok telah memberikan peringatan jika jual beli marmoset ialah perbuatan melanggar hukum. (The Guardian/Traffic.org/Worldwildlife.org/I-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved